Liputan6.com, Jakarta - Spotify, raksasa layanan streaming audio, bersitegang dengan sebuah kolektif bernama Unwrapped setelah lebih dari 10.000 data pengguna Spotify dijual untuk melatih model kecerdasan buatan (AI).
Unwrapped, sebuah kolektif yang diluncurkan pada Februari ini bisa dikatakan menjadi wadah buat para pengguna yang ingin mengumpulkan data kebiasaan mendengerkan musik mereka, lalu menjualnya bersamaan secara kolektif.
Aksi ini dilakukan oleh sejumlah pengguna Spotify yang ingin memonetisasi data kebiasaan mendengarkan musik mereka.
Mengutip Ars Technica, Jumat (12/9/2025), kolektif Unwrapped yang beroperasi dengan dukungan platform data terdesentralisasi Vana, berhasil menjual sebagian data preferensi musik anggotanya ke perusahaan Solo AI dengan nilai transaksi mencapai USD 55 ribu atau sekitar Rp 905 juta.
Langkah tersebut langsung mendapat reaksi keras dari Spotify. Perusahaan menegaskan bahwa tindakan itu melanggar aturan mereka.
Juru bicara Spotify menyatakan Unwrapped telah melanggar Ketentuan Pengembang, yang secara tegas melarang pengumpulan serta penjualan data pengguna ke pihak ketiga.
Alasan di Balik Aksi Jual Data "Unwrapped"
Gerakan “Unwrapped” lahir dari keinginan pengguna Spotify yang merasa butuh analisis data musik yang lebih kreatif dan mendalam dibandingkan fitur tahunan “Spotify Wrapped”.
Mereka percaya, dengan bantuan AI, riwayat musik bisa mengungkap pola emosional atau tren pribadi yang selama ini terlewatkan atau tidak terlihat.
Anna Kazlauskas, salah satu pendiri Vana, menggambarkan kolektif ini seperti “serikat pekerja” untuk data pengguna.
“Seorang pengguna Spotify tidak bisa begitu saja menjual datanya sendirian, karena dibutuhkan kumpulan data yang cukup besar agar bisa bernilai,” ujarnya
Lewat inisiatif ini, pengguna jadi lebih sadar bahwa data pribadi mereka sebenarnya memiliki nilai komersial yang bisa dimanfaatkan.
Spotify Anggap Pelanggaran, Unwrapped Bela Diri
Spotify menyatakan bahwa mereka telah mengirimkan surat peringatan kepada Unwrapped.
Dalam surat itu, Spotify menyoroti dua hal: potensi pelanggaran merek dagang “Wrapped” dan larangan keras terhadap penggunaan data pengguna untuk melatih model AI.
“UnwrappedData.org melanggar Ketentuan Pengembang kami,” tegas juru bicara Spotify.
Di sisi lain, tim Unwrapped membantah klaim tersebut dan menegaskan bahwa mereka tidak pernah menerima komunikasi apa pun dari Spotify. Mereka juga menolak anggapan bahwa platform-nya merugikan bisnis Spotify.
Menurut mereka, Unwrapped hanya menyediakan infrastruktur agar pengguna bisa memanfaatkan hak atas data pribadi mereka sendiri.
“Saat pendengar memilih untuk berbagi atau memonetisasi data, mereka tidak mengambil apa pun dari Spotify. Mereka hanya menjalankan hak mereka untuk menentukan nasib data secara digital,” tegas pihak Unwrapped.
Hak Privasi dan Hambatan Teknis
Masalah ini rupanya juga mendapat sorotan dari kelompok hak digital Electronic Frontier Foundation (EFF).
Menurut mereka, meskipun pengguna berhak penuh atas data pribadinya, skema menjual data tersebut ke perusahaan AI bukanlah langkah bijak.
“Privasi bukanlah komoditas yang bisa diperjualbelikan, itu adalah hak fundamental,” ujar perwakilan EFF.
Sementara itu, Anna Kazlauskas menilai Spotify justru ikut memperumit situasi. Menurutnya, perusahaan sengaja mempersulit proses ekspor data pengguna, sehingga menghambat pertumbuhan kolektif Unwrapped.
Ia bahkan mengklaim, setiap kali ada metode praktis bagi pengguna untuk mengambil data mereka, Spotify selalu mencari cara untuk menutup celah itu.
Kondisi ini membuat Unwrapped kesulitan menambah anggota baru dan memperluas basis komunitasnya.