Jakarta -
Ketua Umum Pimpinan Pusat Aisyiyah, Salmah Orbayinah, menyampaikan kritik terkait heboh Paskibaraka putri Nasional 2024 yang melepas jilbab. Aisyiyah menilai kebijakan terkait Paskibraka tersebut sangat tidak manusiawi, melanggar kebebasan menjalankan ajaran agama dan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).
"Aturan tersebut sudah sepatutnya dicabut karena justru mengalami kemunduran dibandingkan aturan sebelumnya," kata Salmah seperti dikutip dari situs Muhammadiyah, Kamis (15/8/2024).
Meskipun Paskibaraka melepas jilbab itu dilakukan saat pengukuhan dan pengibaran, Salmah mengatakan justru itu merupakan puncak acara pengibaran bendera yang disaksikan di seluruh Indonesia bahkan dunia. Salmah meminta pemerintah tidak membuat kebijakan yang meresahkan masyarakat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Alangkah baiknya jika upacara yang akan dilaksanakan pertama kali di Ibu Kota Nusantara (IKN) ini mestinya diawali dengan hal-hal yang baik, bukan malah aturan yang meresahkan masyarakat,"ujar Salmah.
Salmah berharap Pemerintah dapat meninjau ulang kebijakan tersebut. Dia menekankan definisi seragam bukan selalu harus sama persis satu sama dengan lain.
"Alasan pelarangan demi keseragaman tapi sebenarnya bentuk ketidaktoleran bagi penggunanya. Memakai jilbab pada dasarnya bentuk pelaksanaan beragama," jelas Salmah.
Penjelasan BPIP
Penjelasan mengenai Paskibraka putri melepas jilbab itu sebelumnya disampaikan Kepala BPIP Yudian Wahyudi ketika memberi pernyataan pers di Ibu Kota Nusantara, Kalimantan Timur, seperti dilansir Antara, Rabu (14/8). Dia menyebut Paskibraka sejak awal adalah tentang keseragaman.
"Karena memang kan dari awal Paskibraka itu uniform (seragam)," ujar Yudian.
Pernyataan tersebut ia sampaikan ketika menjelaskan alasan penyesuaian ketentuan seragam untuk anggota Paskibraka yang menggunakan hijab. Pada tahun-tahun sebelumnya, anggota Paskibraka diperbolehkan menggunakan hijab dalam upacara pengukuhan maupun pengibaran bendera pada 17 Agustus.
Namun BPIP memutuskan menyeragamkan tata pakaian dan sikap tampang Paskibraka pada 2024, sebagaimana yang termaktub dalam Surat Edaran Deputi Diklat Nomor 1 Tahun 2024. Dalam surat edaran tersebut, tidak terdapat pilihan berpakaian hijab bagi anggota Paskibraka yang menggunakan hijab.
Yudi menjelaskan penyeragaman pakaian tersebut berangkat dari semangat Bhinneka Tunggal Ika yang dicetuskan oleh Bapak Pendiri Bangsa Sukarno.
"Kan itu semula kan memang Paskibraka itu uniform, uniform itu maksudnya apa? Karena kita baru merdeka dengan kemajemukan yang paling, barangkali, terbesar di muka bumi. Di situlah inisiatif Presiden Sukarno untuk mengaplikasikan Bhinneka Tunggal Ika," tutur dia.
Nilai-nilai yang dibawa oleh Sukarno, kata Yudi, adalah ketunggalan dalam keseragaman. Ketunggalan tersebut diterjemahkan oleh BPIP dalam wujud pakaian yang seragam.
"Tahu ya uniform itu seragam, harus sama, sehingga ketika kita melihat ini, 'Oh ya dari sana nggak ketahuan' pada saat ini dia bertugas sebagai pasukan yang menyimbolkan kebersatuan dalam kemajemukan," tutur dia.
Yudi mengatakan para anggota Paskibraka secara sukarela mengikuti aturan, termasuk terkait tata pakaian. Para anggota Paskibraka juga memberikan tanda tangan mereka di atas meterai Rp 10 ribu yang menandakan pernyataan tersebut resmi dan mengikat di mata hukum.
"(Pelepasan hijab) hanya dilakukan pada saat pengukuhan Paskibraka dan pengibaran Sang Merah Putih pada upacara kenegaraan saja," kata Yudi.
(knv/imk)