Jakarta -
Anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK, Albertina Ho, meminta panitia seleksi (pansel) calon pimpinan KPK memeriksa rekam jejak dua pimpinan KPK yang kembali mendaftar di tes capim KPK. Albertina berharap pansel mempertimbangkan kasus etik dua pimpinan ini.
Diketahui, ada dua pimpinan KPK yang kembali mendaftar sebagai capim KPK. Dua orang itu adalah Nurul Ghufron dan Johanis Tanak.
"Kalau menyorot kepada 2 pimpinan KPK yang sekarang ini mengikuti tes, yang satu kita ketahui bersama bahwa sedang proses etik, tinggal putusan. Putusan belum bisa dibacakan karena yang bersangkutan itu dengan alasan haknya sebagai warga negara itu menempuh 3 upaya hukum," ujar Albertina dalam diskusi ICW yang disiarkan di YouTube, Kamis (15/8/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Albertina mengatakan tiga upaya hukum itu adalah melaporkan tiga orang Dewas KPK ke Bareskrim Polri atas dugaan pencemaran nama baik. Kemudian, menggugat Dewas ke PTUN Jakarta serta mengajukan uji materiil peraturan Dewas KPK.
"Kemudian jalur hukum yang ditempuh dengan mengajukan gugatan ke PTUN ini sekarang dalam proses hari Selasa depan ini tahap kesimpulan, dan ini sebenarnya patut kami sesalkan juga karena proses sidang cukup tersendat karena waktu pembuktian. Justru dari penggugat sendiri tidak siap dengan pembuktian sehingga sidang harus ditunda, yang menurut kami sebagai penggugat seharusnya sudah siap dengan bukti-bukti sebelum mengajukan gugatan," ucap Albertina.
Pimpinan KPK yang menempuh tiga upaya hukum itu diketahui Nurul Ghufron. Saat itu putusan etiknya belum bisa dibacakan Dewas KPK karena adanya putusan sela di PTUN Jakarta.
"Lalu, kenapa kami belum bisa memutus sidang etiknya? Karena ada putusan sela dari PTUN Jakarta yang memerintahkan kepada majelis etik menunda putusan itu, yang mestinya menurut kami etik ini tidak ada hubungannya dengan PTUN. Karena menurut kami majelis etik pada waktu melakukan persidangan itu harusnya bebas dari segala campur tangan yang lain, kalau nanti semua putusan etik di TUN Kan, apakah PTUN itu akan menjadi pengadilan tingkat banding untuk peradilan etik? Ini juga mungkin perlu dipikirkan itu, apa menjadi pengadilan tingkat banding, kalau memang menjadi pengadilan tingkat banding, ya sudah tidak usah ada pengadilan etik, semuanya masuk aja ke TUN, padahal ini kalau untuk Dewas perintah langsung undang-undang untuk melaksanakan persidangan etik," ucapnya.
Albertina kemudian menyoroti pimpinan KPK satu lagi yang pernah tersandung dugaan pelanggaran etik, tapi tidak terbukti. Untuk diketahui, Johanis Tanak pernah disidang etik atas dugaan pelanggaran etik kasus chat, tapi dia diputus tidak terbukti bersalah.
"Kemudian yang satu lagi, dulu pun pernah masuk ke dalam pengaduan etik kemudian disidangkan, tapi di sidang itu diputuskan tidak terbukti bersalah dengan ada dissenting, dan itu dibacakan juga dalam sidang yang terbuka untuk umum dan diliput oleh media," katanya.
Anggota Dewas KPK itu pun berharap pansel menjadikan dua kasus itu sebagai pertimbangan dalam seleksi capim KPK. Dia berharap KPK ke depannya lebih baik.
"Sehingga kami pikir, dengan melihat putusan itu juga mungkin ini juga bisa menjadi bahan pertimbangan juga untuk panitia seleksi, bukan saya mau mempengaruhi pansel, tidak. Tapi saya juga hak saya sebagai warga negara juga ya menyampaikan saja harapan-harapan saya juga untuk ke depannya," tegas Albertina.
(zap/dhn)