Jakarta -
Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto ikut menyoroti meninggalnya dokter residen Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) prodi anestesi Universitas Diponegoro. Dirinya meminta penyelidikan lebih lanjut di balik keputusan almarhumah dokter Aulia menyuntikkan obat penenang hingga meninggal dunia.
"Meninggalnya salah satu calon dokter spesialis anestesi ini mencederai keinginan bangsa ini untuk melakukan reformasi di bidang kesehatan. Saya turut berduka cita atas meninggalnya Dokter Aulia," kata Edy kepada detikcom Kamis (15/8/2024).
Edy juga mempersoalkan temuan buku catatan harian yang mengungkap pengalaman dokter Aulia selama di PPDS. Termasuk curahan hati merasa tidak sanggup menjalani prosesnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dari pemberitaan yang beredar, polisi menyebutkan kalau Dokter Aulia tidak kuat menghadapi seniornya yang memerintah sewaktu-waktu dan minta banyak hal. Kecurigaan ini juga harus menjadi perhatian tidak hanya kepolisian tapi juga Kementerian Kesehatan dan Kemendikbudristek," sorot Edy.
Sejumlah pihak termasuk Kemenkes dan Kemendikbudristek diharapkan ikut 'turun tangan' dalam proses investigasi. Kata Edy, penting untuk memastikan apakah perundungan benar-benar terjadi. Bila iya, sanksi keras layak diberikan.
"Soal perundungan dan kelebihan jam kerja ini sebenarnya masalah klasik. Saya kira Pak Menteri dan dokter-dokter sudah tahu, harusnya ini diselesaikan dan tidak dibudayakan lagi," katanya.
Mengutip Instruksi Menteri Kesehatan (Imenkes) Nomor HK.02.01/Menkes/1512/2023 tentang upaya pencegahan dan penanganan perundungan di rumah sakit pendidikan dalam lingkungan Kemenkes, Edy menjelaskan regulasi ini juga perlu dibarengi dengan peraturan Kemendikbudristek juga.
"Pengawasannya juga harus jalan. Jangan hanya membuat aturan saja. Saya anggap meninggalnya Dokter Aulia ini sebagai nihilnya pengawasan terhadap penyelenggaraan pendidikan dokter," tuturnya.
"Apalagi Kemenkes telah memiliki wadah untuk menampung curhat dan laporan mahasiswa kedokteran yang mengalami perundungan. Apakah itu hanya platform atau sudah ada tindakan dari setiap pelaporan?" imbuh Edy.
(naf/up)