HALLOWEEN merupakan perayaan yang kian populer di berbagai belahan dunia. Perayaan ini sering kali menjadi sorotan, terutama di kalangan masyarakat beragama.
Di Indonesia, kita memiliki berbagai tradisi yang mencerminkan budaya lokal, seperti tingkepan dan mauludan. Bagaimana dengan Halloween yang memiliki akar tradisi dari Barat?
Halloween berawal dari festival kuno Celtic bernama Samhain. Di mana kaum Pagan menyalakan api unggun dan mengenakan kostum untuk mengusir hantu.
Seiring berjalannya waktu, Halloween berkembang menjadi perayaan yang kita kenal sekarang, dengan aktivitas seperti trick-or-treat dan mengukir labu. Di negara lain, perayaan ini sering kali diisi dengan pesta kostum yang meriah, tanpa melibatkan ritual keagamaan.
Ketika mempertimbangkan perayaan Halloween, kita perlu merujuk pada hadis riwayat Abu Dawud yang menyatakan,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
Artinya: Siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk bagian dari mereka (HR: Abu Dawud)
Ini menimbulkan pertanyaan penting: bagaimana hukum merayakan Halloween, terutama dalam konteks berbusana menyerupai budaya asing?
Ulama menyampaikan penyerupaan tersebut dapat dikategorikan dalam beberapa hal. Jika seseorang berpakaian dengan tujuan mengikuti tradisi kekafiran, maka itu bisa mengarah pada kekafiran.
Sebaliknya, jika penyerupaan itu hanya bersifat kebetulan atau tanpa niat untuk merayakan kekafiran, maka hukum yang berlaku adalah makruh.
Hukum Berpakaian Menyerupai Orang Kafir
- Tujuan Meniru dengan Niat: Jika niatnya untuk ikut menyemarakkan kekafiran, maka itu bisa berujung pada kekafiran.
- Meniru Tanpa Niat Merayakan Kekafiran: Dalam hal ini, meskipun tidak sampai menjadi kafir, tetap dianggap berdosa.
- Meniru Secara Kebetulan: Jika hanya terjadi kebetulan tanpa niat tertentu, hukumnya tidak haram tetapi makruh.
Dengan pemahaman ini, merayakan Halloween tidak serta-merta dihukumi kafir. Perayaan ini bisa menjadi haram, jika disertai niat untuk menyemarakkan tradisi yang tidak sejalan dengan ajaran Islam.
Walaupun Halloween menawarkan kesenangan dan kebersamaan, alangkah baiknya jika umat Islam lebih memilih untuk tidak ikut-ikutan dalam merayakannya. Menjaga kemuliaan dan kehormatan agama adalah hal yang lebih utama. (NU Online/Z-3)