Jakarta -
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan pertumbuhan industri financial technology peer to peer lending (fintech p2p lending) atau pinjaman online (pinjol) terus meningkat di tengah daya beli masyarakat yang menurun. Hal ini dapat dilihat dari piutang pembiayaan pada Juli 2024 kembali tumbuh.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Agusman mengatakan outstanding pembiayaan fintech p2p lending pada Juli 2024 terus meningkat menjadi 23,97% secara tahunan dengan nominal Rp 69,39 triliun. Pertumbuhan ini dapat mencerminkan industri pinjol dapat menghadapi tantangan ekonomi yang ada, termasuk daya beli masyarakat yang melemah.
"Pertumbuhan piutang pembiayaan Perusahaan Pembiayaan (PP) pada Juli 2024 juga mengalami pertumbuhan sebesar 10,53% secara tahunan menjadi Rp 494,10 triliun," kata Agusman dalam keterangan tertulis, dikutip Kamis (12/9/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menjelaskan dengan trend pertumbuhan pembiayaan yang tetap terjaga memberikan sinyal bahwa industri multifinance dan fintech P2P lending memiliki kemampuan dalam memitigasi risiko penurunan daya beli masyarakat. Alhasil dia memprediksi pembiayaan di sektor multifinance dan fintech P2P lending dapat terus meningkat.
"Diperkirakan pembiayaan oleh multifinance dan fintech P2P lending dapat melanjutkan pertumbuhan," jelasnya.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indonesia terus mengalami deflasi selama empat bulan berturut-turut sejak April 2024. BPS menyebut Indonesia mengalami deflasi sebesar 0,03% (month to month/mtm) pada Agustus. Sementara itu, pada Juli terjadi deflasi 0,18%, dan pada Juni juga deflasi 0,08%. Deflasi pertama kali terjadi pada Mei di rentang 0,03%.
Pada saat yang bersamaan, jumlah masyarakat kelas menengah di Indonesia terus mengalami penurunan sejak lima tahun terakhir. Mayoritas dari mereka turun kelas hingga membuat jumlah masyarakat yang rentan miskin membengkak. Padahal kelas menengah menyumbang perekonomian Indonesia.
Berdasarkan catatan BPS, jumlah kelas menengah di Indonesia mencapai 47,85 juta jiwa pada 2024 atau setara dengan 17,13% proporsi masyarakat di Tanah Air. Jumlah itu menurun dibandingkan 2019 yang mencapai 57,33 juta jiwa atau setara 21,45% dari total penduduk.
"Bahwa memang kami identifikasi masih ada scarring effect dari pandemi COVID-19 terhadap ketahanan dari kelas menengah," kata Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Rabu (28/8/2024).
(das/das)