Jakarta -
Rencana pemerintah mengubah model pemberian subsidi KRL menjadi berbasis NIK menuai pro kontra. Rencana tersebut tercantum dalam dokumen Buku Nota Keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2025.
detikcom telah melaksanakan polling untuk mengukur sejauh mana pembaca setuju atau menolak perubahan model subsidi KRL. Berdasarkan polling yang dibuka pada Jumat, 13 September 2024 dan ditutup Minggu 15 September pukul 11.00 WIB, mayoritas pembaca detikcom menolak rencana tersebut.
Terpantau 11 suara menyatakan setuju sementara 42 lainnya menyatakan tidak setuju. Salah satu pembaca yang setuju menyebut bahwa KRL yang tarifnya mendapat subsidi selayaknya digunakan keluarga menengah ke bawah bawah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"KRL ditujukan untuk keluarga menengah ke bawah, jadi yang punya kendaraan pribadi nggak perlu pindah ke transportasi umum, karena perucma kalau tarifnya dibedakan," tulis seorang pembaca yang setuju.
Ada juga yang menyindir golongan mampu yang menggunan KRL padahal berpenghasilan tinggi. Oleh karena itu, dalam hal ini diperlukan subsidi silang untuk membantu pihak yang membutuhkan.
"Banyak yang naik (KRL) ternyata bekerja kantoran yang tujuannya malas nyetir, padahal penghasilan lebih dari cukup. Subsidi silang dong buta yang kurang mampu, jangan pelit-pelit," tegasnya.
Sementara itu, kelompok yang menyatakan tidak setuju menyoroti transportasi publik yang seharusnya lebih murah dari kendaraan pribadi. Dikhawatirkan jika kebijakan itu terealisasi justru akan membebani masyarakat.
"Makin ke sini makin lucu negara konoha. Transportasi publik ya harus lebih murah daripada ongkos kendaraan pribadi. Ini dikit-dikit dinaikkan, belum nanti BBM ikut naik, makin sengsara rakyatnya," tutur pembaca yang tidak setuju.
Kekhawatiran lainnya adalah soal potensi macet di Jakarta yang semakin parah. Selain bakal memberatkan rakyat, pemerintah dinilai tidak mendukung penggunaan transportasi umum.
"Bukannya mendorong masyarakat naik transportasi umum, malah memberatkan. Siap-siap Jakarta jadi tambah macet!" tulis salah satu pembaca.
Sebagai informasi, jika kebijakan ini jadi dilaksanakan, maka subsidi hanya dirasakan oleh orang yang berhak memerolehnya, mengacu pada NIK. Sedangkan bagi yang NIK-nya tidak terdaftar dalam subsidi, otomatis tarif KRL akan terasa lebih mahal.
Dalam catatan detikcom, sejauh ini tarif dasar KRL Jabodetabek untuk 25 km pertama adalah Rp 3.000. Bila penumpang menggunakan layanan KRL Jabodetabek lebih dari 25 km akan dikenakan tarif lanjutan progresif Rp 1.000 per 10 km.
(ily/hns)