
INDONESIAN Corruption Watch (ICW) menyoroti harta kekayaan fantastis dari 580 anggota DPR RI. Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang disampaikan ke KPK, rata-rata kekayaan anggota DPR mencapai Rp 45 miliar per orang.
Peneliti ICW, Yassar Aulia menjelaskan kondisi ini menunjukkan adanya kecenderungan bahwa DPR bukan lagi menjadi saluran aspirasi publik, tetapi berubah menjadi kendaraan elit untuk memperkuat kekuasaan dan memperbesar kekayaan.
“Lembaga (DPR) ketimbang dijadikan rumah untuk saluran aspirasi dari publik melalui legislasi maupun produk hukum lainnya, justru ada kecenderungan hanya untuk dijadikan (tempat) mendapatkan kekayaan atau sarana bagi orang-orang kaya untuk mendapatkan kekuasaan jadi kesimpulan,” kata Yassar dalam konferensi pers di Kalibata, Jakarta pada Kamis (4/9).
Berikut Potret Kekayaan Anggota DPR per Fraksi:
Dari total 580 anggota DPR, delapan fraksi menunjukkan profil kekayaan yang mencolok. Berikut beberapa temuan berdasarkan LHKPN:
- Gerindra: dari 86 anggota, rata-rata kekayaan Rp33 miliar. Anggota terkaya adalah Titiek Soeharto dengan kekayaan Rp709 miliar.
- Demokrat: dari 44 anggota, rata-rata kekayaan Rp71 miliar. Anggota terkaya adalah Fathi dengan kekayaan fantastis Rp1,7 triliun.
- PDIP: dari 110 anggota, rata-rata kekayaan Rp47 miliar. Anggota terkaya adalah Sihar Sitorus dengan kekayaan Rp471 miliar.
- Golkar: dari 102 anggota, rata-rata kekayaan Rp55 miliar. Anggota terkaya adalah Nany Herawati dengan kekayaan Rp470 miliar.
- PKB: dari 68 anggota, rata-rata Rp55 miliar. Anggota terkaya adalah Rusdi Kirana dengan kekayaan mencapai Rp2,6 triliun.
- NasDem: dari 69 anggota, rata-rata Rp44,9 miliar. Anggota terkaya adalah Rahmat Gobel dengan kekayaan Rp491 miliar.
- PKS: dari 53 anggota, rata-rata Rp17 miliar. Anggota terkaya adalah Ledia Hanifah dengan kekayaan Rp139 miliar.
- PAN: dari 48 anggota, rata-rata Rp30 miliar. Anggota terkaya adalah Edi Suparno dengan kekayaan Rp249 miliar.
Meskipun para anggota DPR telah mengantongi kekayaan dalam jumlah besar, hal ini tidak membuat para anggota DPR bebas dari jerat korupsi.
“Dengan tunjangan dan kekayaan baik di akumulasikan sebelum dan setelah jadi DPR, angkanya juga sangat banyak yaitu miliaran. Kita bisa melihat institusi ini tidak kebal dari korupsi dan tetap melakukan korupsi dengan tunjangan begitu besar dan juga kekayaan yang cukup banyak,” jelas Yassar.
Lebih lanjut, Yassar menyebut bahwa jika kekayaan dan tunjangan ini dikombinasikan, publik patut curiga bahwa kursi legislatif telah berubah menjadi ajang ‘balik modal’ atau investasi politik bagi kaum elit.
“DPR bukan lagi rumah aspirasi rakyat, tapi cenderung menjadi kendaraan akumulasi kekuasaan dan kekayaan,” jelasnya. (Dev/M-3)