
BEREDAR wacana peningkatan status Perum Bulog menjadi kementerian serta penggabungannya dengan Badan Pangan Nasional (Bapanas). Usulan itu menuai beragam reaksi. Induk Koperasi Pedagang Pasar (Inkoppas) mendukung rencana tersebut asalkan benar-benar berorientasi pada kepentingan rakyat dan pedagang pasar, bukan sekadar memperpanjang rantai birokrasi.
Sekretaris Umum Inkoppas, Andrian Lame Muhar, menegaskan bahwa penggabungan Bulog dan Bapanas justru bisa menjadi momentum penting untuk mengembalikan fungsi lembaga pangan sebagai pelaksana langsung kebijakan pangan nasional, bukan hanya sebagai regulator. Ia menilai, kecepatan dan efektivitas dalam stabilisasi harga serta pengamanan pasokan pangan sangat tergantung pada kemampuan lembaga pangan bertindak cepat, sebuah peran yang pernah dijalankan Bulog dengan baik pada era 1990-an.
Menurutnya, Bulog berada pada masa keemasan di era 90-an. Ketika itu, Bulog berada di bawah presiden dan punya kewenangan untuk mengeksekusi kebijakan tanpa harus terhambat orientasi laba atau rantai birokrasi. Bulog pun mampu melakukan sejumlah tindakan strategis seperti mengintervensi pasar secara langsung, menyalurkan bahan pokok melalui koperasi, menentukan harga dan mendistribusikan, serta mengimpor pangan secara mandiri saat stok dalam negeri tidak mencukupi.
Menurut Inkoppas, keterlibatan koperasi seperti mereka dalam distribusi pangan pada masa lalu membuat rantai distribusi lebih cepat dan tepat sasaran.
“Kami adalah ujung tombak distribusi di lapangan. Peran ini yang ingin kami hidupkan kembali,” ujar Andrian dalam keterangan yang diterima (17/10).
Ia mengungkapkan Bulog saat ini berada di bawah Kementerian BUMN dan lebih berorientasi keuntungan. Di sisi lain, Bapanas hanya berfungsi sebagai regulator yang tidak memiliki kewenangan eksekusi langsung di lapangan.
Hal itu dinilai berakibat pada distribusi pangan yang sering terhambat karena lambannya koordinasi antarlembaga. Program seperti stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP), misalnya, mengharuskan koperasi membayar di muka (cash before delivery/CBD), yang dinilai membebani dan tidak berpihak pada penguatan koperasi sebagai mitra distribusi.
Andrian menegaskan bahwa jika penggabungan Bulog dan Bapanas hanya berujung pada pembentukan struktur birokrasi baru tanpa kewenangan eksekusi, maka hal itu tidak akan menyelesaikan persoalan mendasar dalam tata kelola pangan nasional.
“Kalau hanya menjadi regulator saja, itu sama saja seperti menambah orang duduk di atas meja tanpa bisa bertindak di lapangan,” lanjutnya.
Inkoppas berharap pemangku kebijakan mampu memahami urgensi persoalan tersebut.
“Koperasi pedagang pasar siap dilibatkan kembali sebagai mitra strategis pemerintah dalam distribusi bahan pangan murah ke masyarakat. Kami pernah melakukan itu, dan kami siap melakukannya lagi,” tutup Andrian dengan penuh optimisme. (M-3)