Jakarta -
Masalah emisi menjadi salah satu hal yang sedang diperhatikan oleh pemerintah Indonesia. Hal ini karena pada 2060 mendatang, pemerintah memiliki visi untuk mencapai emisi net-zero. Untuk mencapai komitmen tersebut dilakukan perencanaan operasional pengelolaan limbah sebagai upaya mengatasi dan mencegah percepatan perubahan iklim.
Pemerintah juga mendorong kerja sama dan kolaborasi dari seluruh aspek untuk memaksimalkan perannya agar menghasilkan manfaat yang meluas sehingga tercipta kestabilan dan kesinambungan. Salah satu caranya adalah melalui pengelolaan limbah B3 dan Non B3 dengan menerapkan sirkular ekonomi.
"Ada dua golongan limbah, limbah B3 dan limbah non B3. Di Indonesia limbah dari industri utamanya itu kita golongkan dari kegiatan manufaktur dalam tambang dan semuanya," Direktur Pengelolaan Limbah B3 dan Non B3 Achmad Gunawan Widjaksono dalam salah satu sesi talkshow di Festival LIKE 2 beberapa waktu lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa konsep sirkular ekonomi bertujuan untuk membuat sesuatu yang tidak memiliki nilai dikembangkan atau diolah menjadi suatu yang bernilai.
Selaras dengan itu, PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel juga sudah memanfaatkan sisa hasil produksinya menjadi berbagai macam bahan produk sebagai bentuk mendukung kelestarian lingkungan.
Direktur HSE Harita Nickel Tonny Gultom menjelaskan terdapat dua limbah besar yang dihasilkan dari perusahaannya seperti slag nikel yang merupakan sisa hasil pabrik bahan baku stainless steel. Limbah lainnya adalah tailing atau bagian akhir dari produk yang berbahan baku baterai mobil.
"Kita manfaatkan yang slag nikel seperti pasir. Ini sebagai bahan baku untuk bangunan, batako dan juga kami gunakan slag nikel ini sebagai material untuk bikin terumbu karang buatan," ujar Tonny.
Tonny juga menyebut sisa hasil produksi juga dapat dimanfaatkan sebagai pengisi lubang tambang atau kubus berongga. Ia menjelaskan hal ini aman untuk digunakan karena telah dilakukan pengujian untuk memastikan penggunaan tidak mengganggu lingkungan.
Lebih lanjut ia menyebut, Harita Nickel baru-baru ini baru saja menyelesaikan uji coba berupa slag nikel yang digunakan untuk substitusi reklamasi revegetasi. Ini dilakukan untuk mengurangi soil di tanah laterit dan menekan penggunaan kompos hingga 80 persen.
"Kompos dengan demikian kita tidak hanya mereduce kompos yang untuk di reklamasi, tetapi juga kita bisa me-reduce cost, cukup signifikan penurunannya itu bisa sampai Rp 52 sampai 100 juta per hektarenya," jelas Tonny.
Pengelolaan sampah ini juga dapat dilakukan dengan cara recycle sehingga sampah plastik mempunyai nilai ekonomi yang dapat dimanfaatkan kembali. Ini juga sesuai dengan UU No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah mengatur pengelolaan sampah dari hulu ke hilir.
Hal tersebut sejalan dengan konsep yang diterapkan oleh PT Tirta Fresindo Jaya (Le Minerale) sehingga tercipta 'Gaya Hidup Minim Sampah'. Sustainability Manager Le Minerale Tania W Ariningtyas menyebut pihaknya terus berupaya dalam memberi kontribusi dalam mengurai sampah dengan membuat desain produk yang ramah lingkungan.
"Kita juga memikirkan pasca-konsumsinya seperti apa. Selain tadi desain juga desain kemasan produk kita yang juga bisa direcycle. Kita juga menggunakan prinsip-prinsip di internal selama kita bisa melakukan modifikasi desain, seperti gramasi, mana untuk pengurangan virgin yang bisa kita kurangi, itu juga kita selalu pikirkan," jelasnya.
Tania juga mengatakan pihaknya juga mengedukasi rakyat dengan menghadirkan upaya-upaya kreatif salah satunya dengan mendaur ulang botol PET.
"Penggunaan PET, penggunaan recycle content itu juga kita gunakan. Mungkin sekarang juga sudah ada di masyarakat untuk kemasan Le Minerale yang galon maupun botol ini dari daur ulang," ujarnya.
"Lalu kami juga pikirkan bagaimana walaupun menggunakan recycle content, kita selalu pastikan itu tetap sesuai dengan standar keamanan kemasan pangan. Memang sudah ditentukan gitu supaya tidak melebihi itu, kita juga melakukan pengetes eksternal," lanjutnya.
Le Minerale juga memiliki Program Gerakan Ekonomi Sirkular Nasional untuk mendaur ulang dengan berfokus pada peningkatan Collection Rate dan Recycling Rate yang hingga saat ini telah mencapai lebih dari 30.000 ton.
Gaya Hidup Minim Sampah ini merupakan kampanye yang diusung KLHK untuk mengubah paradigma di masyarakat. Mereka juga dihimbau untuk meminimalisir penggunaan kemasan sekali pakai, menolak penggunaan kemasan yang tidak dapat didaur ulang, hingga mendaur ulang sampah organik menjadi kompos, ecoenzyme dan lainnya.
(prf/ega)