Liputan6.com, Jakarta Juventus mengawali musim ini dengan penuh optimisme. Sejak pergantian pelatih dari Thiago Motta ke Igor Tudor, Bianconeri memperlihatkan peningkatan yang signifikan dalam performa.
Mereka kembali dipandang sebagai salah satu kandidat utama untuk merebut scudetto, berkat stabilitas dan energi baru yang dibawa ke dalam tim.
Padahal, ketika pertama kali ditunjuk, Tudor sempat diragukan. Publik menganggapnya bukan sosok yang tepat untuk memimpin tim sebesar Juventus.
Namun, seiring berjalannya waktu, ia berhasil membungkam kritik melalui pendekatan yang lebih manusiawi dan efektif. Para pemain menunjukkan respon positif, baik di lapangan maupun dalam ruang ganti.
Kini, Juventus berada di fase penting untuk membangun momentum. Dengan skuad bertabur bintang, kunci keberhasilan bukan hanya strategi di lapangan, tetapi juga bagaimana pelatih mampu merangkul para pemain. Perbedaan inilah yang menjadi sorotan utama antara Igor Tudor dan pendahulunya, Thiago Motta.
Tudor vs Motta: Perbedaan Utama
Thiago Motta memang sempat memberikan harapan, tetapi sulit menjaga kepercayaan penuh dari manajemen maupun para pemain. Pendekatannya yang lebih kaku membuat hubungan di dalam tim terasa kurang cair. Hal inilah yang membedakan ketika dibandingkan dengan Igor Tudor.
Mantan bek Juventus, Mark Iuliano, menegaskan hal itu dalam wawancaranya dengan Tuttojuve.
“Dibandingkan dengan Motta, Tudor menekankan empati dan atletisisme. Bahkan di Udine, para pemain menyukainya karena kualitas-kualitas ini. Saya berkesempatan untuk mengapresiasinya di sana," kata Iuliano.
Komentar Iuliano memperlihatkan bagaimana Tudor mampu membangun jembatan dengan pemainnya. Ia tidak hanya fokus pada aspek taktik, tetapi juga memahami kebutuhan emosional dan fisik pemain. Ruang ganti Juventus terasa lebih harmonis dan berdampak pada permainan yang lebih solid di lapangan.
Empati dan Atletisisme Jadi Senjata
Tudor menekankan keseimbangan antara disiplin dan kedekatan personal. Pendekatan berbasis empati membuat para pemain merasa dihargai, sementara penekanan pada atletisisme menjaga performa fisik tetap berada di level tertinggi.
Perpaduan ini menjadikan Juventus lebih tangguh, baik secara mental maupun fisik, dalam menghadapi jadwal padat Serie A dan kompetisi Eropa.
Selain itu, hubungan baik yang terjalin di dalam tim menciptakan suasana kerja yang kondusif. Para pemain lebih termotivasi mengikuti instruksi taktik, karena merasa dihargai sebagai individu.
Hal ini membuat sistem yang diterapkan Tudor berjalan lebih efektif, dengan para pemain memberikan komitmen penuh di setiap pertandingan.
Juventus Fokus Melihat ke Depan
Meski baru memasuki awal musim, kiprah Tudor di Juventus sudah memberikan fondasi yang menjanjikan. Tim terlihat lebih solid, lebih bersemangat, dan lebih terhubung antara pemain dengan pelatih.
Tantangan berikutnya adalah menjaga konsistensi, terutama ketika menghadapi tekanan di momen-momen krusial.
Jika momentum positif ini berlanjut, Juventus bukan hanya sekadar penantang, tetapi bisa benar-benar mengembalikan dominasi mereka di Serie A.
Lebih dari itu, keberhasilan Tudor membuktikan bahwa empati dan pendekatan manusiawi sama pentingnya dengan strategi, ketika berbicara soal manajemen tim papan atas.
Sumber: JuveFC