Jakarta -
Jaksa menghadirkan staf bagian keuangan PT Sariwiguna Binasentosa, Elly Kohari, sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengelolaan timah. Elly mengakui pernah mengirim uang senilai Rp 7,8 miliar ke money changer milik crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK), Helena Lim.
Elly bersaksi untuk Harvey Moeis, yang mewakili PT RBT, Suparta selaku Direktur Utama PT RBT sejak tahun 2018, dan Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT sejak tahun 2017. Mulanya, Elly mengakui adanya perintah menyetorkan uang ke money changer PT Quantum Skyline Exchange milik Helena.
"Ada nggak PT SBS (PT Sariwiguna Binasentosa) itu mengeluarkan uang ke PT Quantum Skyline?" tanya jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (12/9/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada Pak," jawab Elly.
Elly mengaku tak pernah diminta melakukan penyetoran uang dalam jumlah besar sebelum PT Sariwiguna Binasentosa bekerja sama dengan PT Timah Tbk. Dia mengaku diberikan nomor rekening dan jumlah uang yang harus disetorkan.
"Awalnya suruh setor itu gimana?" tanya jaksa.
"Saya tidak ingat pak, hanya diminta untuk menyetorkan ke rekening yang sudah ditunjuk," jawab Elly.
"Periodenya?" tanya jaksa.
"Seingat saya sejak adanya kerja sama dengan PT Timah," jawab Elly.
"Sebelumnya pernah nggak sih suruh nyetor-nyetor begini?" tanya jaksa.
"Tidak pernah," jawab Elly.
Elly juga tak tahu kegunaan penyetoran uang tersebut. Dia mengatakan perintah itu disampaikan oleh Direktur Utama PT Sariwiguna Binasentosa periode Juan yang kemudian digantikan Robert Indarto.
"Tapi kegunaannya nggak tahu?" tanya jaksa.
"Saya tidak tahu," jawab Elly.
"Dan saudara hanya nyetor aja?" tanya jaksa.
"Hanya menjalankan saja," jawab Elly.
Elly mengatakan uang yang disetorkan ke money changer PT Quantum Skyline Exchange milik Helena sebesar Rp 7,8 miliar. Penyetoran dilakukan dalam lima kali transfer.
"Berapa kali tadi, ada Rp 7 miliar ya?" tanya jaksa.
"Untuk Quantum ada Rp 7 miliar, lima kali," jawab Elly.
"Menentukan jumlah besarannya dari mana?" tanya jaksa.
"Dikasih tahu juga oleh Bapak Juan," jawab Elly.
"Almarhum Juan, Pak Robert juga?" tanya jaksa.
"Setelah Pak Juan meninggal dilanjutkan Pak Robert Indarto," jawab Elly.
"Jumlahnya Rp 7.829.500.000?" tanya jaksa.
"Iya," jawab Elly.
Elly mengakui perintah penyetoran miliaran rupiah juga dilakukan ke perusahaan lain selain milik Helena. Jaksa pun merincikan nilai transferan tersebut mencapai miliaran.
"Yang untuk (PT) Dolarindo Intravalas Primatama Rp 12.428.878.000?" tanya jaksa.
"Iya betul," jawab Elly.
"PT Inti Valuta Sukses dari rekening BCA sebesar Rp 1.412.000.000?" tanya jaksa.
"Iya betul," jawab Elly.
"Terus PT Mekarindo Abadi, bank Mandiri sebesar Rp 1.504.955.000?" tanya jaksa.
"Iya," jawab Elly.
Elly mengaku tak tahu siapa pemilik perusahaan tersebut. Dia menuturkan money changer dan perusahaan itu tak berada di Pangkal Pinang.
"Tahu milik-milik siapa?" tanya jaksa.
"Saya tidak tahu karena bukan berada di Pangkal Pinang, PT, PT ini tidak di Pangkal Pinang," jawab Elly.
"Jadi, perusahaannya tidak ada di Bangka Belitung?" tanya jaksa.
"PT, PT yang disebut ini tidak ada," jawab Elly.
"Penukaran valas ini tidak perusahaannya di Pangkal Pinang?" tanya jaksa.
"Tidak ada, dalam rupiah ini. Menyetorkannya dalam rupiah diperintahkan setor ke rekening ini, jumlahnya sekian," jawab Elly.
Berdasarkan surat dakwaan jaksa penuntut umum, kerugian keuangan negara akibat pengelolaan timah dalam kasus ini mencapai Rp 300 triliun. Perhitungan itu didasarkan pada laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara di kasus timah yang tertuang dalam Nomor: PE.04.03/S-522/D5/03/2024 tertanggal 28 Mei.
"Bahwa akibat perbuatan Terdakwa Suranto Wibowo bersama-sama Amir Syahbana, Rusbani alias Bani, Bambang Gatot Ariyono, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, Emil Ermindra, Alwin Albar, Tamron alias Aon, Achmad Albani, Hasan Tjhie, Kwan Yung alias Buyung, Suwito Gunawan alias Awi, m.b. Gunawan, Robert Indarto, Hendry Lie, Fandy lingga, Rosalina, Suparta, Reza Andriansyah dan Harvey Moeis sebagaimana diuraikan tersebut di atas telah mengakibatkan kerugian Keuangan negara sebesar Rp 300.003.263.938.131,14," ungkap jaksa saat membacakan dakwaan Harvey di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (24/8).
(mib/fas)