Jakarta -
Seorang karyawan kantor perusahaan game art dan animasi 'BS' di Menteng, Jakarta Pusat, diperlakukan tidak manusiawi oleh bosnya yang diketahui Warga Negara Asing (WNA), yakni wanita berinisial CL dan suaminya berinisial KL. Berawal karyawan berinisial CS (27), mencurahkan pengalaman buruknya bekerja di kantor animasi tersebut. Cerita sedih itu viral di media sosial.
Dalam postingan viral yang tersebar di media sosial, dinarasikan karyawan perusahaan mendapatkan kekerasan verbal dan fisik dari pemilik perusahaan. CS juga bercerita dirinya dieksploitasi hingga harus pulang dini hari. Saat itu korban yang tengah hamil mengalami keguguran. Alih-alih bersimpati, pemilik perusahaan justru memarahi korban lantaran tidak masuk bekerja usai keguguran.
Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan, Hardiyanto Kenneth geram dengan aksi kedua pelaku WNA tersebut yang tega menganiaya hingga mengeksploitasi karyawannya. Perbuatan tersebut dinilai sangat tidak manusiawi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya mengecam aksi eksploitasi karyawan yang dilakukan oleh pimpinan perusahaan yang dilakukan oleh dua WNA di Menteng. Saya menilai aksi kedua pelaku ini tidak berprikemanusian, kondisi karyawan usai keguguran malah dimarahi dan dihukum," kata Kenneth dalam keterangannya, Selasa (17/9/2024).
Menurut pria yang akrab disapa Bang Kent itu, seorang pimpinan perusahaan seharusnya tak hanya semata-mata memberi perintah saja kepada bawahannya. Tetapi juga harus bisa mengayomi para karyawan.
"Seorang atasan harus bisa mengayomi bawahannya, dan tidak boleh melihat karyawan hanya sebagai mesin produktivitas, tetapi manusia seutuhnya. Dia (pimpinan-red) hanya boleh sebatas mengelola sumberdaya manusia dengan cara yang manusiawi," tegas Kent.
Ketua IKAL (Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas RI) PPRA Angkatan LXII itu menegaskan, kekerasan fisik maupun verbal yang dilakukan oleh bos perusahaan game art dan animasi 'BS' terhadap karyawannya, telah melanggar undang-undang dan jika dilanggar maka ada konsekuensi hukum atas perbuatannya yang harus dipertanggung jawabkan.
Seperti yang tertuang di dalam Pasal 86 Ayat (1) UU Tenaker disebutkan bahwa Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas: Keselamatan dan kesehatan kerja; Moral dan kesusilaan; dan Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.
Dan juga Pasal 351 KUHP mengatur tentang tindak pidana penganiayaan biasa, yang tidak termasuk penganiayaan berat dan penganiayaan ringan. Lalu Pasal 352 KUHP yang mengatur tentang penganiayaan ringan, yakni penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian.
Tak hanya itu, kata Kent, WNA tersebut bisa dijerat Pasal 104 UU Keimigrasian yakni penyidikan tindak pidana keimigrasian dilakukan berdasarkan hukum acara pidana Indonesia. Begitu juga dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), secara tegas menyebutkan, siapapun yang melakukan pelanggaran hukum di Indonesia akan ditindak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, termasuk warga negara asing.
"Apabila bentuk kekerasan fisik dilakukan oleh bos terhadap karyawan, maka pelakunya dapat dijerat dengan pasal penganiayaan dalam KUHP, dan apabila bos tersebut melakukan kekerasan secara verbal, maka dapat dijerat pasal penghinaan dalam KUHP. Dan juga UU Keimigrasian. Aturan ini memberikan kewenangan kepada aparat penegak hukum untuk memproses dan mengadili WNA yang terlibat perkara pidana sesuai dengan hukum Indonesia, termasuk melakukan penangkapan dan penahanan," tegas Kent.
Dalam kasus ini, Kent meminta kepada petugas Imigrasi untuk melakukan pengecekan hingga pengejaran terhadap pasutri tersebut. Petugas Imigrasi harus melakukan screening izin tinggal kedua pelaku tersebut.
"Sebagai WNA jika datang ke Indonesia harus tunduk dan patuh kepada peraturan perundang-undangan di Indonesia. Dan jangan sampai merugikan negara kita. Walaupun mereka membuka lapangan pekerjaan untuk warga Indonesia, mereka tidak bisa bertindak semaunya sendiri. Jika keduanya sudah ditangkap dan menjalani masa pidananya, maka keduanya harus dikenakan tindakan administratif keimigrasian, berupa deportasi dan tidak diperbolehkan masuk kembali ke wilayah Indonesia," ketus Kent.
Oleh karena itu, Kent meminta kepada Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi (Disnakertransgi) DKI Jakarta, Dirjen Keimigrasian dan Kepolisian Daerah Metro Jaya untuk memberikan sanksi tegas kepada kedua pelaku kekerasan tersebut, serta penutupan izin usaha yang bersangkutan.
"Disnakertrans DKI harus segera menindak perusahaan tersebut, seperti menutup izin usaha dan harus ada tanggungjawab dari apa yang mereka sudah lakukan kepada karyawan tersebut. Dan untuk Polda Me...