
DIREKTUR Eksekutif Lokataru Foundation Delpedro Marhaen ditangkap oleh aparat kepolisian Daerah Metro Jaya pada Senin (1/9) malam sekitar pukul 22.45 WIB. Dia dituduh melakukan tindak pidana penghasutan.
Berdasarkan keterangan resmi Lokataru, sekitar tujuh atau delapan polisi dari Sub Direktorat Keamanan Negara Polda Metro Jaya (PMJ) menjemput paksa Delpedro pada malam hari di kantor Lokataru Foundation yang beralamat di Jl. Kunci Nomor 16, Kelurahan Kayu Putih, Kecamatan Pulo Gadung, Kota Jakarta Timur.
“Hal ini yang mengindikasikan adanya tindakan penjemputan paksa di luar jam kerja normal dan di tempat kediaman/perkantoran,” demikian bunyi keterangan resmi Lokataru yang diterima Media Indonesia, pada Selasa (2/8).
Saat penjemputan tersebut, Delpedro menanyakan legalitas surat penangkapan serta pasal-pasal yang dituduhkan, akan tetapi pihak kepolisian dinilai tidak bisa menunjukkan adanya ketidakjelasan atau minimnya informasi awal terkait prosedur hukum yang berlaku, termasuk surat penangkapan.
Saat ini, Delpedro telah meminta untuk didampingi Kuasa
Hukum/Penasihat Hukum mengingat pasal-pasal yang dituduhkan belum dipahami sepenuhnya, sebagai bentuk upaya pembelaan diri dan perlindungan terhadap martabat kemanusiaannya (human dignity).
“Namun demikian, pihak kepolisian menyatakan bahwa surat tugas yang dibawa telah menginstruksikan untuk melakukan penangkapan dan penggeledahan badan serta barang,” ujar keterangan Lokataru.
Saat terjadi perdebatan terkait administrasi penangkapan dan pasal-pasal yang dituduhkan, pihak kepolisian kemudian menyarankan Delpedro untuk mengganti pakaian, dengan janji penjelasan terkait surat penangkapan dan pasal yang dituduhkan akan diberikan di kantor Polda Metro Jaya, serta akan didampingi Kuasa Hukum dari Delpedro Marhaen.
Akan tetapi, saat Delpedro Marhaen mengganti pakaian di ruang kerjanya, ia diikuti oleh kurang lebih tiga anggota kepolisian dengan intonasi yang mengarah pada intimidasi.
Selain itu, hak konstitusional dan hak asasi manusia Delpedro Marhaen dibatasi meskipun belum ada penetapan status tersangka dan penjelasan pasal, termasuk larangan menggunakan telepon untuk menghubungi pihak manapun dan perintah langsung menuju kantor Polda Metro Jaya.
Atas dasar itu, Lokataru menilai tindakan intimidasi, pembatasan hak konstitusional, dan pengabaian prinsip-prinsip HAM terlihat nyata dan dapat dikategorikan sebagai pelanggaran prosedur hukum dan hak asasi.
Lokataru menegaskan bahwa Polda Metro Jaya melakukan penggeledahan tanpa disertai surat perintah penggeledahan sebagaimana diatur dalam ketentuan hukum yang berlaku.
“Saat melakukan aksi tersebut, petugas memasuki lantai 2 kantor secara tidak sopan dan melakukan penggeledahan, serta merusak dan menonaktifkan CCTV kantor yang berpotensi menghilangkan bukti dan menimbulkan kerugian hukum,” urai keterangan Lokataru.
Lokataru menjelaskan Kepolisian Polda Metro Jaya (PMJ) menuduhkan sejumlah Pasal yang digunakan untuk menangkap Delpedro. Beberapa tuduhan tersebut yaitu:
-KUHP Pasal 160: “Barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan berdasar ketentuan undang-undang, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”.
-UU Perlindungan Anak Pasal 76H: “Setiap Orang dilarang merekrut atau memperalat anak untuk kepentingan militer dan/atau lainnya dan membiarkan anak tanpa perlindungan jiwa”.
-Pasal 15 UU Perlindungan Anak: Setiap Anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari:
a. penyalahgunaan dalam kegiatan politik;
b. pelibatan dalam sengketa bersenjata;
c. pelibatan dalam kerusuhan sosial;
d. pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur Kekerasan;
e. pelibatan dalam peperangan; dan
f. kejahatan seksual.”
-UU Perlindungan Anak Pasal 87: “Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76H dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)”.
-UU ITE Pasal 45A Ayat 3: Setiap Orang yang dengan sengaja menyebarkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang diketahuinya memuat pemberitahuan bohong yang menimbulkan kerusuhan di masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).” (H-3)