Jakarta -
Pengadilan Tinggi (PT) Tipikor Jakarta memperberat vonis untuk Syahrul Yasin Limpo (SYL) di kasus korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan). Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengapresiasi putusan tersebut meski menurutnya masih kurang lama.
"Sebenarnya hukuman yang diberikan pengadilan tinggi ini masih kurang berat lagi. Tapi tepat apapun saya hormati dan memberikan apresiasi pengadilan tinggi menambah hukuman dan dendanya kita apresiasi lah," ujar Boyamin, Selasa (10/9/2024).
Menurut Boyamin, seharusnya mantan Menteri Pertanian (Mentan) itu divonis 20 tahun penjara. Dia mengatakan saat nini petani belum sejahtera dan butuh banyak bantuan seperti pupuk bersubsidi hingga bibit.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini diperberat itu sudah sepantasnya karena bagi saya apapun seorang menteri itu diberi amanah dan dia berkhianat. Sebenarnya pikiran saya itu minimal 20 tahun bahkan atau seumur hidup mestinya. Karena ini tugas yang dibebankan presiden. Di mana, presiden pemegang mandat rakyat, dan kemudian dia (menteri) pelaksana eksekutif tertinggi di bawah presiden. Menteri inilah yang bertanggung jawab," ujarnya.
"Dia harusnya menjaga, mengawasi anak buahnya agar sistem kementerian berjalan. Di mana pupuk subsidi masih langka, bibit juga susah, petani kita belum sejahtera, jungkir balik perizinan digoreng, proyek digoreng, mutasi promosi digoreng, pungutan liar, pemerasan," ucapnya.
Menurut Boyamin jika KPK mau, masih banyak kasus yang bisa usut di Kementan zaman SYl menjabat menteri. Sehingga, semakin banyak kasus korupsi yang terungkap.
"Kalau KPK masih semangat membuka sistem penganggaran termasuk pengadaan proyek di Kementerian Pertanian, diduga masih banyak proyek-proyek yang bermasalah, misal pengadaan terkait dengan penggemukan sapi, pengadaan terkait dengan imunisasi (sapi) karena dulu penyakit mulut dan kuku. Masih banyak yang bisa diungkap," ujarnya.
Vonis SYL Diperberat
SYL awalnya dihukum 10 tahun penjara dalam kasus pemerasan terhadap anak buahnya. Hakim menyatakan SYL terbukti menerima Rp 44,2 miliar dan USD 30 ribu.
Namun hakim hanya menghukum SYL membayar uang pengganti Rp 14,1 miliar dan USD 30 ribu. Hakim beralasan jumlah itu merupakan yang dinikmati SYL dan keluarga.
KPK tidak terima dengan vonis yang diketok hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat tersebut. KPK mengajukan banding ke PT DKI Jakarta.
Majelis hakim PT DKI Jakarta lalu menggelar sidang pembacaan vonis banding SYL hari ini. Haki memperberat hukuman SYL dari 10 tahun penjara menjadi 12 tahun penjara.
"Menjatuhkan terhadap Terdakwa Syahrul Yasin Limpo oleh karena itu dengan pidana penjara selama 12 tahun," ujar ketua majelis hakim Artha Theresia saat membacakan amar putusan banding di PT DKI Jakarta, Cempaka Putih, Jakarta Pusat.
Hakim juga memperberat denda yang harus dibayar SYL dari Rp 300 juta menjadi Rp 500 juta. Apabila denda tak dibayar, diganti dengan 4 bulan kurungan.
Uang pengganti yang harus dibayar SYL juga diperberat menjadi Rp 44.269.777.204 dan USD 30 ribu subsider 5 tahun kurungan.
Dalam pertimbangannya, hakim menilai denda dan uang pengganti yang dibebankan ke SYL oleh majelis hakim pengadilan tingkat pertama belum memenuhi dan mencerminkan rasa keadilan. Hakim pun memperberat hukuman SYL.
"Oleh karenanya, menurut Pengadilan Tingkat Banding, maka pidana dan denda yang dijatuhkan kepada Terdakwa belum memenuhi dan mencerminkan rasa keadilan masyarakat sehingga harus diperberat, karena perbuatan Terdakwa tidak memberikan teladan yang baik dan telah mendorong pejabat Kementerian Pertanian di bawahnya untuk melakukan korupsi demi memenuhi permintaan Terdakwa untuk kepentingan pribadi dan keluarganya, serta perbuatan Terdakwa tidak menunjukkan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme," ujar hakim.
(aik/jbr)