Liputan6.com, Jakarta - Belakangan, ramai pemberitaan soal penundaan penerapan label NutriGrade di Indonesia hingga dua tahun. Hal ini disebut-sebut akibat adanya pengaruh Amerika Serikat (AS).
Merespons kabar ini, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin membantah adanya campur tangan negara lain terkait penerapan NutriGrade.
“Tidak ada intervensi dari negara mana pun untuk implementasi NutriGrade. NutriGrade ini memang sedang kita proses bersama dengan BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) untuk bisa diterbitkan, biar sehat,” ujar Menkes Budi saat ditemui di Jakarta, Selasa (9/9/2025).
NutriGrade adalah pelabelan di kemasan produk makanan dan minuman yang menunjukkan kandungan nutrisinya.
Senada dengan Budi, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi, juga menyebut tak ada intervensi asing soal pelabelan produk.
“Ndak ada (intervensi asing) ini di PP juga disebutkan ada masa grace period dua tahun kan, kita juga saat ini masih melakukan penetapan kadar maksimum GGL (gula, garam, lemak) juga bersama Kemenko PMK,” kata Nadia melalui pesan singkat.
Menurut Nadia, grace period berarti masa tenggang yang diberikan kepada Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) untuk mendapatkan sosialisasi dan edukasi soal NutriGrade sebelum benar-benar diterapkan dua tahun kemudian.
“Ada tahapan-tahapan yang harus kita lakukan, ini juga merupakan salah satu masukan dari konsultasi publik. Dari sisi masyarakat kita siapkan dan dari sisi industri kita juga siapkan,” ucapnya.
“Edukasi adanya labeling tetap kita lakukan sebagai amanah PP,” imbuhnya.
NutriGrade di Negara Lain
Terkait NutriGrade, Kementerian Kesehatan Singapura (Ministry of Health/MOH) telah menerapkannya sejak lama.
Pelabelan ini mulai berlaku pada 30 Desember 2022 dengan membubuhkan label NutriGrade dengan tingkat “A ”, “B”, “C” atau “D”, sesuai dengan kandungan gula dan lemak jenuhnya.
Produk NutriGrade mencakup minuman yang dikemas dalam botol, kaleng, karton atau kemasan. Baik bubuk atau konsentrat seperti minuman kopi instan 3-in-1 dan minuman beralkohol. Serta minuman yang dikeluarkan dari dispenser minuman otomatis dan mesin kopi otomatis.
Minuman grade A adalah yang lebih sehat, sementara D adalah yang paling banyak mengandung gula. Disebutkan bahwa minuman grade A mengandung 0 persen gula, B 4 persen, C 8 persen, dan D 12 persen gula.
Label Pilihan Lebih Sehat
Sementara Indonesia hingga kini menggunakan label produk “Pilihan Lebih Sehat” untuk memudahkan pelanggan memilih produk yang lebih sehat ketimbang produk serupa lainnya.
Lantas, apakah NutriGrade perlu pula diterapkan di Indonesia termasuk untuk pangan siap saji?
Menjawab hal ini, dokter ahli gizi komunitas Tan Shot Yen mengatakan bahwa edukasi adalah yang lebih penting.
“Pertanyaan saya cuman satu, emang orang Indonesia enggak bandel? Orang Indonesia bandel loh, mau pasang label NutriGrade merah enggak masalah, tetap beli,” kata Tan dalam Media Talk bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) Selasa (27/8/2024).
Perlu Dibarengi Edukasi
Tan pun mengambil contoh produk rokok yang kemasannya menampilkan peringatan sedemikian rupa tapi pembelinya tetap banyak.
“Enggak usah jauh soal Nutri-Grade, Anda lihat udah berapa banyak logo tentang rokok di kemasannya. Dari mulai gambar yang seram, sampai tulisan ‘Perhatian rokok menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, gangguan kehamilan dan janin’ tapi orang tetap ngerokok.”
“Jadi ya itu (NutriGrade) adalah bagian dari usaha, yang namanya usaha ya boleh-boleh aja, tapi sekali lagi, edukasi, edukasi, edukasi, penting. Sebab aku yakin generasi kita melek dengan literasi. Saya harap Gen Z melek literasi, kalau melek literasi tinggal kita tambahkan kemampuan berpikir,” jelas Tan.
Setelah terbentuk kemampuan berpikir di masyarakat maka mereka akan bisa menimbang keputusan dengan bijak.
“Apakah lini itu terjadi? Sebab kalau sekadar diberikan NutriGrade, ya tetap saja,” ucapnya.