Jakarta -
Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi Pasal 29 huruf e Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK yang diajukan oleh mantan penyidik KPK, Novel Baswedan. MK menilai permohonan tersebut tidak berasalan menurut hukum.
"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Suhartoyo dalam sidang putusan di gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (12/9/2024).
Selain itu, MK juga menolak permohonan provisi (putusan sela) yang diajukan Novel. Dalam provisi itu, Novel meminta MK untuk mengeluarkan putusan agar menunda proses seleksi calon pimpinan KPK.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menolak provisi para pemohon," ujar Suhartoyo.
Dalam pertimbangannya, MK dapat memahami argumentasi pemohon. Namun, kata Suhartoyo, belum adanya kesempatan pemohon untuk mengikuti pendaftaran calon pimpinan KPK periode ini, tidak menutup upaya untuk memperbaiki KPK.
"Apabila hal yang didalilkan para pemohon benar, Mahkamah berpendapat bahwa perbaikan lembaga KPK dapat dilakukan dengan proses seleksi yang menghasilkan calon-calon pimpinan yang lebih baik, berintegritas, memiliki kompetensi yang andal, serta teruji independensinya," jelasnya.
"Sementara itu, sembari menunggu kesempatan pada periode berikutnya, untuk mendaftarkan diri sebagai calon pimpinan KPK, khususnya syarat yang berkaitan dengan usia paling rendah, para Pemohon tetap dapat memberikan kontribusi melalui peran serta masyarakat untuk turut serta melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi yang dilakukan KPK," sambung dia.
Sebelumnya, MK menggelar sidang uji materi Pasal 29 huruf e Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK yang diajukan oleh sejumlah mantan pegawai KPK. Dalam sidang ini, penggugat meminta agar MK mengeluarkan putusan sela untuk menunda proses seleksi calon pimpinan dan Dewas KPK sampai ada putusan MK atas gugatan mereka.
Para pemohon tersebut antara lain Novel Baswedan, Mochamad Praswad Nugraha, Harun Al Rasyid, Budi Agung Nugroho, Andre Dedy Nainggolan, Herbert Nababan, Andi Abd Rachman Rachim, Rizka Anungnata, Juliandi Tigor Simanjuntak, March Falentino, Farid Andhika, serta Waldy Gagantika. Mereka mengaku menjadi pihak yang dirugikan atas pemberlakuan Pasal 29 huruf e UU KPK sehingga melanggar hak konstitusionalitas Pemohon yang dijamin Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D, dan Pasal 28I UUD 1945.
"Kami berpandangan bahwa pengalaman dalam upaya memberantas korupsi dan sama lembaganya, yaitu di KPK itu menjadi pandangan yang bisa dipertimbangkan, Yang Mulia," ujar Novel dalam sidang pemeriksaan pendahuluan Perkara Nomor 68/PUU-XXII/2024 seperti dikutip dari situs MK, 22 Juli 2024 lalu.
Sementara itu, dalam petitum terbarunya, Novel meminta syarat calon pimpinan KPK berusia 50 tahun atau memiliki pengalaman menjalankan tugas-tugas pokok KPK selama satu periode jabatan. Usia maksimal adalah 65 tahun.
"Berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun atau berpengalaman sebagai pimpinan KPK atau berpengalaman sebagai pegawai KPK yang menjalankan fungsi utama KPK, yaitu pencegahan atau penegakan hukum tindak pidana korupsi, sekurang-kurangnya selama 1 (satu) periode masa jabatan pimpinan KPK, atau paling tinggi berusia 65 (enam puluh lima) tahun," bunyi petitum terbaru.
(amw/dnu)