Jakarta -
Republik Demokratik Kongo merupakan episentrum wabah Mpox varian baru dan telah mencatat lebih dari 21.500 kasus serta 700 kematian, menurut lembaga kesehatan masyarakat yang bertugas mengelola epidemi di negara tersebut.
Sekitar 62 persen kasus mpox di Republik Demokratik Kongo terjadi pada anak-anak, begitu pula empat dari lima kematian, berdasarkan catatan Pusat Pengendalian Penyakit Afrika (CDC).
Negara itu kemudian menerima 50.000 dosis vaksin tambahan dari Amerika Serikat pada Selasa (10/9/2024), menambah sekitar 200.000 dosis yang disumbangkan oleh Uni Eropa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sumbangan 50.000 vaksin untuk melawan mpox yang berasal dari Amerika Serikat tiba hari ini di Republik Demokratik Kongo," kata duta besar AS untuk Republik Demokratik Kongo Lucy Tamlyn di X pada Selasa.
Sebanyak 15.000 dosis tambahan dikirimkan melalui pesawat yang sama dari Gavi Vaccine Alliance. Sementara pada Minggu, sekitar 100.000 vaksin sumbangan Uni Eropa tiba di ibu kota Republik Demokratik Kongo, Kinshasa, dengan demikian, jumlah total vaksin yang diberikan ke DRC menjadi 265.000.
Vaksin tersebut diproduksi oleh laboratorium Denmark, Bavarian Nordic. Vaksin ini merupakan satu-satunya vaksin yang disetujui di Eropa dan AS, sayangnya hanya ditujukan untuk orang dewasa.
Bavarian Nordic baru-baru ini mengajukan permohonan ke Badan Obat-obatan Eropa untuk memperluas persetujuan bagi anak-anak berusia 12 hingga 17 tahun. Vaksin mpox lainnya, yang digunakan pada orang dewasa dan anak-anak, telah mendapat izin di Jepang.
DRC saat ini sedang berdiskusi dengan negara tersebut untuk kemungkinan pasokan vaksin ini, demi memenuhi kebutuhan pada kelompok anak.
Kondisi Anak Terkena Mpox
Anak-anak di wilayah timur Republik Demokratik Kongo adalah yang paling terdampak oleh wabah mpox saat ini, yang telah dinyatakan sebagai keadaan darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
"Awalnya seperti bintik kecil yang meradang. Sang ibu memencetnya dan keluarlah cairan encer. Kemudian muncul bintik lain, dan setelah beberapa saat, bintik-bintik itu menyebar ke seluruh tubuh," kata Alain Matabaro, menjelaskan bagaimana mpox berkembang pada putranya yang berusia enam tahun, Amani.
Ia mulai pulih setelah empat hari dirawat di sebuah klinik di Munigi, dekat dengan kota besar di Kongo timur, Goma.
Menurut Dr. Pierre-Olivier Ngadjole yang bekerja untuk lembaga amal Medair, sekitar 75 persen kasus yang ditangani oleh petugas medis di sana berusia di bawah 10 tahun.
Anak muda tampaknya sangat terdampak oleh wabah mpox karena sistem kekebalan tubuh mereka yang kurang berkembang. Dr Ngadjole juga menyalahkan kepadatan di kamp terdekat yang didirikan untuk orang-orang yang terpaksa meninggalkan rumah mereka akibat konflik di wilayah tersebut.
Salah satu cara penyebaran mpox adalah melalui kontak yang sangat dekat dan anak-anak, yang selalu bermain bersama. "Anak-anak tentu tidak terlalu peduli dengan menjaga jarak," ungkapnya kepada BBC.
"Di rumah-rumah, mereka bahkan menghabiskan malam di ranjang yang sama, ada tiga, empat, lima anak. Penularan terjadi setiap hari."
Sejak Juni, klinik di Munigi, yang menyediakan perawatan gratis termasuk antibiotik untuk mengobati infeksi kulit, parasetamol, dan air minum yang aman, telah menangani 310 kasus mpox. Sekarang klinik tersebut menerima antara lima dan 10 pasien baru setiap hari.
(naf/naf)