Pajak di Ekacakra

5 hours ago 4
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online
Pajak di Ekacakra Ono Sarwono Penyuka Wayang(MI/Seno)

PENGUASA Negara Ekacakra Prabu Baka tamat riwayatnya akibat kesewenang-wenangannya. Tiada nurani dan tanpa empati terhadap kondisi rakyat yang hidup melarat, Baka menerapkan kebijakan pajak yang mencekik.

Ironisnya, raja berwujud raksasa itu bersama nayaka praja serta semua kolega dan pengikutnya menikmati ‘sumsum’ yang mereka sedot dari rakyat untuk berfoya-foya. Kekuasaan yang digenggam benar-benar untuk memuaskan nafsu.

Membayar pajak memang kewajiban warga negara. Tapi penguasa harus ingat dan sadar bahwa negara dibentuk untuk menyejahterakan bukan menyengsarakan rakyat. Pengelola negara yang diberi amanah mesti bijak bertindak kepada rakyat.

BERPINDAH-PINDAH

Syahdan, Kunti dan lima anaknya selamat dari kebakaran tempat tinggal mereka, Bale Sigala-gala, menjelang penyerahan takhta Astina dari Drestarastra kepada Pandawa. Peristiwa itu sesungguhnya upaya pembunuhan yang diotaki Sengkuni. Pandawa dan ibu lolos dari maut atas pertolongan Sanghyang Antaboga. Mereka untuk sementara mondhok (tinggal) di Kahyangan Saptapratala, menenangkan diri sambil memikirkan masa depan setelah peristiwa menggiriskan tersebut.

Sengkuni berupaya membinasakan Pandawa demi memberi jalan keponakannya, Kurawa, menguasai Astina. Itulah satu-satunya cara, mengingat Pandawa adalah ahli waris takhta, putra mendiang Raja Astina Prabu Pandu Dewanata.

Selama berada di Saptapratala (lapisan ketujuh bumi), Pandawa mendapat wejangan ilmu utama dari Antaboga. Pesannya, kesatria itu tidak goyah dan tegar menghadapi cobaan. Tidak dendam dan berani berkorban demi tegaknya keadilan.

Dalam pengungsian itu pula, putra kedua Kunti, yakni Bratasena, dan putrinya Antaboga, Dewi Nagagini, saling jatuh cinta. Mereka kemudian dinikahkan secara sederhana dalam suasana keprihatinan. Setelah sekian waktu hidup nebeng, Kunti bersama anak-anaknya berpamitan dan bertekad mengarungi kehidupan sesuai dengan kodratnya di marcapada. Namun, Nagagini diminta keikhlasan dan kesabarannya untuk tetap tinggal di Saptapratala.

Antaboga memberi doa restu sambil mengingatkan Pandawa agar selalu eling dan waspada. Adapun Nagagini, meski berat hati, menerima seraya mendoakan Pandawa dan Kunti agar dalam setiap langkah mereka mendapat perlindungan-Nya.

Kunti dan Pandawa hidup ngulandara (bertualang) tanpa tujuan pasti. Masuk dusun keluar dusun hingga pada suatu ketika tiba di Kampung Manahilan. Saat itu hujan lebat, angin kencang, dan petir menyambar-nyambar. Permaisuri beserta putra Pandu itu kemudian minta izin berteduh ke rumah warga setempat. Tuan rumah pasangan suami-istri, Ijrapa dan Ruminta, dengan senang hati mempersilakan. Malah, enam orang tamu itu dijamu minum dan makan.

Malam itu Kunti menjelaskan kepada tuan rumah bahwa lima anak laki-kali itu putranya. Dirinya janda dan tak memiliki rumah sehingga hidup berpindah-pindah. Ijrapa terenyuh dan berharap Kunti dan putranya tinggal di rumahnya.

PRABU BAKA SIRNA

Hari-hari berlalu, Kunti mengetahui ternyata Ijrapa dan Ruminta sedang sedih dan tercekam ketakutan luar biasa. Setelah didesak, pasangan paruh baya itu mengaku gundah karena harus menyerahkan anak tunggalnya, Rawan, kepada raja Ekacakra.

Dia menjelaskan, selama ini penguasa memaksa warga memberikan upeti dari hasil pertanian dan perkebunan kepada negara. Bukan itu saja, warga yang punya rumah dan bangunan harus membayar pajak. Gerobak dan hewan ternak pun dipajaki. Semua pajak yang dipungut dari rakyat itu digunakan para pejabat negara untuk berfoya-foya. Setiap hari bersenang-senang dengan bergelimang harta. Mereka pun pongah serta arogan dan tidak segan-segan menghukum warga yang mengkritisi.

Masih ada pajak lain yang lebih gila. Prabu Baka mengharuskan rakyat bergiliran setiap sebulan sekali menyerahkan anak muda belia. Penguasa kejam dan rakus itu memang suka memangsa daging orang sebagai menu istimewa. Pada pekan itu giliran Ijrapa menyerahkan anaknya. Ia tidak ingin mengikuti para tetangga atau warga lain yang beramai-rami kabur meninggalkan rumah dan pergi ke luar negeri. Mereka tertekan dan tidak tahan dengan rezim zalim di Ekacakra.

Kunti meminta Ijrapa dan Ruminta sabar dan tidak bersedih. Biarkan anaknya saja, Bratasena, yang dikorbankan sebagai santapan Baka. Semula keluarga miskin itu menolak, tapi setelah diyakinkan, akhirnya hanya pasrah.

Tepat pada hari yang ditentukan, Ijrapa bergegas menyodorkan Bratasena kepada Baka. Betapa bernafsunya raksasa itu melihat bakal menunya. Tapi, ketika baru mendekat dan bertanya nama, Bratasena mendupaknya hingga terjengkang.

Baka bangkit menyeringai dan langsung menubruk Bratasena. Lagi-lagi tungkak kaki kanan pemuda kekar itu menghajar dada Baka hingga terjerembap. Belum sempat bangun, Bratasena menggencet tubuh berduwak (raksasa) itu dengan kaki. Sambil menahan sakit, Baka kembali ingin mengenal siapa gerangan lelaki yang berani melawan. Bratasena menjawab dirinya rakyat Ekacakra yang diberi mandat rakyat menghabisi penguasa tamak dan tidak berperikemanusian.

Mendengar ucapan Bratasena, Baka tertawa. Namun, seketika mulutnya disumpal. Berbarengan dengan itu kuku pancanaka Bratasena modot (memanjang) dan langsung dihunjamkan ke dada Baka tepat di jantungnya. Baka menggelepar. Pengikutnya, juga para raksasa penyiksa rakyat, berhamburan ketakutan. Sebaliknya, warga yang menyaksikan Baka roboh, bersorak-sorai karena keangkaramurkaan lenyap.

LEPAS DARI KEKEJAMAN

Ijrapa gemetar dan tidak mengira pemuda pendiam yang disodorkan kepada Baka ternyata sakti mandraguna. Hatinya bertapa-tanya, siapa sejatinya tamu yang selama ini tinggal di gubuknya. Kunti membeberkan bahwa dirinya permaisuri mendiang Prabu Pandu. Adapun lima anaknya ialah Puntadewa, Bratasena, Permadi, Tanseng, dan Pinten. Ijrapa dan Ruminta bersimpuh menyembah sambil minta ampun atas ketidaktahuan mereka.

Dengan setulus hati Kunti berterima kasih keluarganya diperbolehkan tinggal di Manahilan. Ijrapa dan Suminta pun berterima kasih kepada Kunti dan Pandawa yang telah membebaskan rakyat Ekacakra dari cengkeraman penguasa bengis. (M-3)

Read Entire Article