Jakarta -
Pakar kesehatan mengajak masyarakat bersikap kritis terhadap opini yang disengaja meremehkan bahaya senyawa kimia Bisfenol A (BPA). Pasalnya, sikap negatif ini dinilai justru bisa membahayakan kesehatan jutaan konsumen di Indonesia.
"Terkadang, mereka dibiayai oleh yang mendukung (kemasan mengandung BPA) itu, kita bisa lihat. Makanya kita harus pilah-pilah mana yang netral dan mana yang pro," kata dr. I Made Oka Negara, S.Ked, M.Biomed yang merupakan dosen di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dalam keterangan tertulis, Selasa (17/9/2024).
Hal itu ia sampaikan di sela Seminar 'BPA Free: Perilaku Sehat, Reproduksi Sehat, Keluarga Sejahtera' yang digelar di Hotel Amarossa Cosmo, Jakarta beberapa waktu lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
dr. Oka Negara menegaskan masyarakat harus cermat dalam menanggapi beberapa penelitian yang menyebut BPA tidak berbahaya, yang bahkan belum terkonfirmasi.
"Saya bilang, coba lihat itu penelitian yang menganggap BPA nggak masalah, (menganggap) biasa aja, dan ada juga jurnalnya, ternyata itu dibiayai oleh produsen yang mendukung (BPA) itu," tuturnya.
Dia menjelaskan saat ini sejumlah riset juga sudah menunjukkan dampak BPA berbahaya secara akumulatif terhadap kesehatan tubuh.
Lebih lanjut dia juga menyoroti praktik industri AMDK dalam penggunaan galon guna ulang. Menurutnya penanganan galon guna ulang di lapangan sangat memprihatinkan.
dr. Oka Negara mengungkapkan galon-galon ini sering kali didistribusikan menggunakan truk-truk terbuka, yang berarti terpapar langsung pada suhu ekstrem, terutama panas matahari yang menyengat. Paparan ini disebutnya dapat memicu pelepasan senyawa BPA dari dinding kemasan galon ke dalam air yang diwadahinya.
"Galon ini menjadi masalah pada waktu akan ditransport atau didistribusikan, mulai dari yang kosong mau diisi, maupun yang sudah diisi dan (dikirim) ke distributor-distributornya, itu saya lihat dan beberapa data menyebutkan bahwa walaupun mereka tidak panas, tapi dalam distribusinya bisa terpapar panas, karena ditaruh di truk-truk terbuka," kata dr Oka Negara.
"Jadi paparan panas dan paparan sinar ultraviolet (UV), akan menyebabkan BPA-nya terlepas," katanya menambahkan. "Kalau bisa, saran saya, truk-truk pengangkutnya berataplah, jadi tidak ada pengaktifan BPA-nya jadi tergelontor lepas," jelasnya.
dr. Oka Negara yang dikenal kompetensinya di bidang kesehatan seksual dan reproduksi, dan saat ini aktif di Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Bali, ini pun memaparkan efek paparan senyawa Bisfenol A (BPA) pada janin yang masih dalam kandungan. Dia mengatakan senyawa BPA bisa menyebabkan kelainan pada organ reproduksi pria, termasuk micropenis, yaitu kondisi di mana ukuran penis lebih kecil dari biasanya.
"BPA ini masuk dalam konteks Endocrine Disrupting Chemicals (EDCs) atau bahan-bahan kimia yang mengganggu hormon."
Karenanya, kata dia, bila dikonsumsi secara terus menerus, BPA dapat mengganggu hormon estrogen, dan pada laki-laki berpotensi mengalami micropenis yang berpotensi mengalami gangguan kesuburan.
"Kalau pada perempuan, cenderung mengalami debut seksual lebih awal, payudaranya dan panggulnya lebih besar lebih awal," jelasnya.
dr. Oka Negara juga menyampaikan kemungkinan peran BPA pada turunnya angka kesuburan perempuan dibandingkan dua atau tiga dekade lalu. Hal ini dicurigai ada kaitannya juga dengan dampak senyawa kimia berbahaya yang terakumulasi dan akhirnya mempengaruhi kesuburan perempuan.
"Karena sekarang saja, angka infertilitas perempuan sudah mendekati 20%, di mana pada dua atau tiga dekade lalu, kita ini mungkin masih produk para orang tua yang anaknya lebih dari empat," katanya.
"Tapi zaman sekarang angka fertilitasnya tidak sebesar dulu. Jangan-jangan penyebabnya adalah bahan-bahan kimia tersebut," imbuhnya.
Oleh karenanya, dr.Oka Negara mengingatkan masyarakat agar tidak mengesampingkan dan lebih aware akan bahaya paparan BPA. Hal ini penting guna melahirkan generasi masa depan yang lebih sehat.
(akn/ega)