Jakarta -
Masalah sampah di Yogyakarta masih belum teratasi sepenuhnya. Pemda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) berupaya menuntaskannya di bulan September.
Setelah ditutupnya TPA Piyungan pada bulan Mei lalu, sampah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) didesentralisasi, atau diserahkan pengelolaannya kepada Kabupaten dan Kota di DIY.
Namun, proses pemindahan pengelolaan sampah itu justru menuai masalah. Itu karena belum siapnya kota dan kabupaten untuk mengelola secara mandiri. Hal itu membuat banyak sampah kerap menumpuk di pinggir jalan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tentunya, sebagai kota pariwisata, banyaknya tumpukan sampah di Yogyakarta akan memberi dampak buruk dan mengganggu aktivitas wisata maupun masyarakat itu sendiri.
"Setelah puluhan tahun penuh, ditutup (TPA Piyungan), maka didesentralisasi ke kota-kota lain. Nah nampaknya kota dan kabupaten belum terlalu siap," ucap PJ Walikota Yogyakarta, Singgih Raharjo, dalam Weekly Pers Briefing Kemenparekraf yang ia hadiri online, Senin (12/8/2024).
Adapun Kota Yogyakarta menjadi tempat yang paling merasakan dampak masalah sampah tersebut. Pasalnya, Kota Yogyakarta memiliki lahan terbatas dan kepadatan penduduk yang tinggi.
"Apalagi kota Yogyakarta yang luas wilayahnya hanya 32,8 km persegi padat penduduk. Ini kalau harus mengelola sampah sendiri nampaknya akan sangat kesulitan karena lahannya tidak ada," imbuhnya,
Padahal, Kota Yogyakarta menjadi salah satu pusat wisata di provinsi tersebut. Karenanya, PLT Kepala Dinas Pariwisata DIY, Agus Priono, menyatakan bahwa masalah sampah akan berusaha teratasi paling tidak di bulan September mendatang.
"Pertengahan kemarin diharapkan selesai, tapi kalau pun tidak mudah-mudahan nanti di September, mudah-mudahan sudah bisa diselesaikan," imbuhnya dalam kesempatan yang sama.
Ia tidak ingin masalah sampah itu akan mengganggu secara terus menerus ke aktivitas wisata. Pasalnya, sektor wisata menjadi salah satu poros utama dalam menopang perekonomian.
"64 pesen ekonomi DIY itu didukung dua sektor utamanya. Satunya adalah Pariwisata, kedua pendidikan. Pariwisata adalah backbone untuk pertumbuhan dan pembangunan ekonomi yang ada di daerah istimewa Yogyakarta," imbuhnya dalam kesempatan yang sama.
"Tentu, kita semua sepakat bahwa, mau tidak mau terkait pariwisata, kita semua setuju mengedepankan apa yang namanya quality tourism kemudian sustainable tourism. Mau tidak mau soal masalah lingkungan adalah prioritas tersendiri," sambungnya.
Namun, menurutnya hal itu butuh proses. Mengingat perubahan pengelolaan sampah adalah hal yang baru bagi kota dan kabupaten di provinsi tersebut. Di samping itu, ia juga berharap Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) dapat segera dirampungkan agar bisa menampung sampah yang dihasilkan di Provinsi DIY.
"Harapannya dalam waktu dekat diharapkan TPST itu segera dirampungkan. Sehingga beban 200 ton yang ada di DIY itu bisa diatasi, sehingga nanti para wisatawan bisa melakukan aktivitas wisatanya di DIY dengan sebaik-baiknya, harapnya.
Menanggapi hal tersebut, Adyatama Kepariwisataan dan Ekonomi Kreatif Ahli Utama, Nia Niscaya, menjelaskan bahwa kesadaran akan sampah itu penting untuk kebijakan yang akan diterapkan.
"Tadi kita undang di WBSU karena ini harus jelas, dan sampah itu hal yang penting. Tapi tadi kan sudah kelihatan mereka aware tentang itu. Paling tidak gini, kalau orang sudah menyadari sehingga dia akan tahu langkah yang akan dia lakukan," ucapnya saat temu wartawan di Gedung Sapta Pesona Kemenparekraf, Jakarta, Senin (12/8/2024).
(wkn/wsw)