Jakarta -
Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) menyampaikan banyak pasal-pasal kontroversial dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan maupun aturan turunannya. Aturan tersebut dinilai dapat menekan pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM).
Sekretaris Jenderal Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), Garindra Kartasasmita mengatakan rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) semakin menegaskan posisi pelaku usaha industri rokok elektronik untuk menolak aturan yang diprakarsai oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Salah satu pasal PP 28/2024 yang berpotensi semakin mengancam kelangsungan industri ini adalah ketentuan larangan menjual produk tembakau alternatif di media sosial.
Di samping itu, RPMK yang masih berupa rancangan juga memuat ketentuan kemasan polos tanpa merek untuk produk tembakau dan rokok elektronik. Keduanya dapat memberatkan bagi pengusaha kecil dan menengah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Industri produk tembakau alternatif merupakan industri kecil yang mayoritas pelaku usahanya tergolong Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) serta berbasis komunitas. Dengan adanya larangan menjual di media sosial, maka semakin mempersempit ruang pelaku usaha untuk mengedukasi konsumen," kata Garindra dalam keterangan tertulis, Jumat (13/9/2024).
Dia mengutip PP 28/2023 pada Pasal 434 ayat F tertulis, "Setiap orang dilarang menjual produk tembakau dan rokok elektronik menggunakan jasa situs web atau aplikasi elektronik komersial dan media sosial."
Menurutnya, dengan pasal-pasal yang ada justru semakin lebih berat karena kami menggunakan media sosial untuk mengedukasi konsumen dewasa. Di sisi lain, produknya juga telah memenuhi unsur edukasi.
"Produk kami memenuhi unsur edukasi, tapi kalau dilarang beriklan bagaimana kami bisa memerangi produk ilegal?" imbuhnya.
Garindra menjelaskan perilaku konsumen produk tembakau alternatif memiliki karakteristik tersendiri. Oleh sebab itu, penggunaan media sosial menjadi instrumen yang penting bagi pelaku usaha untuk menjangkau konsumen dewasa guna mendorong pertumbuhan bisnis. Keberadaan PP 28/2024 semakin memperparah industri produk tembakau alternatif.
Di sisi lain, verifikasi umur pun dapat dilakukan di media sosial. Pelaku industri rokok elektronik juga sudah proaktif mencegah pembelian oleh anak-anak. Pihaknya memastikan bahwa rokok elektronik hanya diperuntukkan bagi konsumen dewasa, dan anggotanya patuh pada regulasi batas usia.
"Konsumen dewasa kami banyak yang menggunakan media sosial. Kami saat ini sudah terdampak. Di tahun ini, kami sudah mengalami penurunan penjualan 50 persen secara month to month (mtm)," tegasnya.
APVI menjadi bagian dari 20 organisasi lintas sektor industri hasil tembakau yang menandatangani petisi menolak ketentuan kemasan polos tanpa merek pada RPMK serta sejumlah pasal bermasalah pada PP 28/2024 di kantor Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) pada Rabu (11/9/2024) lalu. Penolakan dilakukan karena kebijakan tersebut dibentuk tanpa mempertimbangkan keseimbangan antara perlindungan kesehatan dan dampak ekonomi yang berpotensi mengganggu kestabilan perekonomian nasional.
(das/das)