Jakarta -
Pemerintah berencana untuk memotong gaji karyawan untuk mendanai program dana pensiun tambahan. Program tersebut sebagai implementasi dari Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).
Pengusaha menilai rencana itu dapat menggerus daya beli masyarakat. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Shinta Kamdani mengatakan pemotongan gaji karyawan berdampak pada daya beli. Apalagi kondisi ekonomi saat ini yang belum membaik sepenuhnya. Meski begitu, dia belum bisa memperkirakan dampaknya ke daya beli lantaran belum mengetahui proposisi kebijakan pemerintah di batas penghasilan (ceiling) yang dikenakan untuk program tersebut.
"Jika ceiling bawahnya penghasilan yang sudah sangat tinggi maka tidak akan banyak berpengaruh pada daya beli karena memang sudah masuk dlm alokasi untuk tabungan. Namun, kalau ceiling bawahnya masih cukup rendah maka bisa berpengaruh ke daya beli untuk kebutuhan sekunder," katanya kepada detikcom, Selasa (10/9/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia melihat rencana tersebut penuh tantangan karena beberapa hal. Menurutnya, program tersebut cukup rumit dalam hal administratif karena harus memastikan tingkat gaji atau pendapatan masyarakat. Selain itu, perlunya keyakinan masyarakat atas kapasitas pemerintah dalam mengelola dana publik.
Di sisi lain, dia menilai program itu dapat menambah beban karena sebagai pemilik dana tidak bebas untuk mengelolanya sendiri. Dia juga menyoroti potensi yang timbul karena adanya masalah akuntabilitas, transparansi, dan profesionalisme dalam mengelola dana masyarakat.
"Pada dasarnya ini challenging untuk dapat menerapkannya dari sudut pandang, kebebasan pribadi untuk mengelola dananya secara mandiri. Karena ini bukan skema jaminan sosial yang dicakup dalam program BPJS Ketenagakerjaan," terangnya.
Senada, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bidang Pengembangan Otonomi Daerah Sarman Simanjorang mengatakan program tersebut perlu kajian yang lebih dalam, baik dari sisi kemampuan pekerja maupun tumpang tindih program.
Dia menekankan dari sisi kemampuan pekerjaan, pemerintah harus melihat potongan-potongan pekerja setiap bulannya sudah banyak, seperti iuran BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun, Jaminan Kematian, hingga pajak penghasilan.
"Jika ditambah lagi iuran dana pensiun tentu akan semakin memberatkan (pekerja). Dari sisi momentum, saat ini kondisi ekonomi kita masih dalam tekanan dampak geopolitik yang mengakibatkan daya beli masyarakat kita saat ini menurun. Akibatnya, dalam 4 bulan terakhir kita mengalami deflasi yang mengakibatkan terjadinya PHK akibat tingkat penjualan industri manufacturing menurun," katanya kepada detikcom.
Dia melihat program serupa sudah berjalan, seperti BPJS Ketenagakerjaan dalam hal ini program Jaminan Pensiun dan Jaminan Hari Tua. Menurutnya, apabila program dana pensiun tambahan diterapkan, akan terjadi tumpah tindih program.
Kemudian para pekerja akan membayar iuran program serupa. Padahal, program BPJS Ketenagakerjaan belum dikelola maksimal. Dia menilai pemerintah perlu berhati-hati dalam menerapkan program tersebut.
Respons OJK
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ogi Prastomiyono mengatakan daya beli masyarakat juga menjadi pertimbangan pihaknya. Dia pun masih menunggu Peraturan Pemerintah (PP) diterbitkan.
"Ya justru itu nanti pertimbangan itu pemerintah akan mengeluarkan peraturan pemerintahnya, persisnya seperti apa, kapan diberlakukan, itu pemerintah nantinya," katanya saat ditemui di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (10/9/2024).
Namun, terkait kapan PP tersebut terbit Ogi mengaku belum mengetahuinya. Ia juga tak bisa memastikan apakah beleid tersebut akan terbit di tahun ini atau tidak.
"(PP terbit) tergantung pemerintah, kita nggak bisa nebak lah," imbuhnya.
(rrd/rrd)