Jakarta -
Pembatasan penggunaan hijab bagi dokter dan perawat di RS Medistra di Jakarta Selatan (Jaksel), ramai dibahas di media sosial (medsos). Anggota DPRD Jakarta Fraksi Gerindra, Ali Lubis, mendesak Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mengusut kabar itu.
"Saya mendorong Pemerintah Daerah dan Dinas Kesehatan Daerah Khusus Jakarta segera bentuk Tim Pengawas dan Tim Investigasi untuk mengusut kasus ini, agar tidak menimbulkan polemik yang berkelanjutan di tengah masyarakat khususnya di kalangan umat Islam," kata Ali Lubis dalam keterangannya, Senin (2/9/2024).
Pembatasan penggunaan hijab bagi dokter dan perawat mencuat setelah seorang dokter melayangkan surat protes ke pihak RS.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di dalam surat tertanggal 29 Agustus 2024 tersebut, Dokter Diani Kartini mengatakan ada dua kerabatnya yang tiba-tiba mendapatkan larangan menggunakan hijab saat proses wawancara kerja di RS Medistra. Ali mengatakan RS Medistra Tipe B berada di bawah pengawasan Pemerintah Daerah Jakarta.
"Berdasarkan ketentuan Pasal 54 UU Rumah Sakit, dalam Ayat 1 dikatakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Rumah Sakit dengan melibatkan organisasi profesi, asosiasi perumahsakitan, dan organisasi kemasyarakatan lainnya sesuai dengan tugas dan fungsi," ucap dia.
Ali mengatakan pemakaian hijab merupakan bagian dari kebebasan beribadah sebagaimana amanat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
"Sebab, larangan menggunakan jilbab ini sangat sensitif bagi umat Islam terlebih di dalam UUD 1945, khususnya Pasal 29 ayat 1 dan 2 UUD 1945, yang menjamin kebebasan beragama dan beribadah," ujarnya.
Dia mengatakan ada ancaman hukuman jika RS melanggar UU.
"Terakhir, jika nanti terbukti maka berdasarkan ketentuan Pasal 54 UU Rumah Sakit pada ayat 5 terdapat 3 sanksi, yaitu sanksi teguran, tertulis, dan denda serta pencabutan izin," katanya.
(jbr/tor)