Jakarta -
PT Aditec Cakrawiyasa selaku produsen kompor gas, regulator dan selang merek Quantum dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada 22 Juli 2024. Akibatnya sebanyak 511 karyawan harus dirumahkan alias pemutusan hubungan kerja (PHK).
Direktur Aditec Cakrawiyasa, Iwan Budi Buana, mengatakan perusahaan mengalami pailit akibat menurunnya penjualan dalam waktu yang lama. Bahkan perusahaan sempat mengajukan PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) pada 2019 lalu karena kondisi keuangan yang tidak memungkinkan.
Sayang, karena Covid-19 hasil penjualan yang sudah melemah menjadi semakin redup. Padahal menurut Iwan ongkos produksi yang diperlukan semakin tinggi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"PKPU 2019, kita coba jalan pasca-Covid, tapi jualan agak drop, sedangkan fix cost naik terus," kata Iwan sebagaimana dikutip dari CNBC Indonesia, Senin (9/9/2024).
Selain pailit, imbas melemahnya penjualan ini membuat perusahaan memiliki banyak tunggakan dan utang. Termasuk tunggakan pembayaran gaji karyawan pada 2018-2019, dan sisa gaji periode 2019-2022, hingga uang pesangon.
"Klaim mereka begitu ya. Tunggakan gaji terhutang ya (ada) waktu itu operasional sempat berhenti 6 bulan, terus jalan, berhenti lagi, kira-kira 7-8 bulan. Angkanya saya nggak tau persis, terhutang karyawan mungkin Rp 17 miliar, kayaknya belum pesangon, baru gaji selama beberapa bulan itu 2018-2019, begitu 2019 kita susah langsung PKPU," bebernya.
Kemudian ada juga tunggakan kepada para suplier dan lain sebagainya. Namun Iwan mengaku tidak mengetahui persis total tunggakan yang harus dibayarkan kepada banyak pihak ini.
"Banyak utang pinjaman segala macam ke suplier total segituan, kurang tau persis berapanya," ucap Iwan.
Di kesempatan yang berbeda, Sekretaris Perwakilan Unit Kerja (PUK) Aditec Cakrawiyasa Serikat Pekerja Elektronik Elektrik (SPEE) FSPMI Supriyono mendapat informasi bahwa tagihan kewajiban yang datang ke perusahaan jauh lebih besar dari total aset yang dimiliki perusahaan.
"Belum tentu dibayar haknya 100%, jumlah tagihan yang masuk kabarnya Rp 660 miliar, tapi asetnya Rp 100 miliar. Kekhawatiran kami asetnya jauh dari kewajiban sehingga harapan mendapat haknya semakin kecil," katanya.
Lebih lanjut, buruh tidak lagi menuntut haknya kepada perusahaan, melainkan semenjak pailit sudah tidak lagi berhubungan dengan manajemen karena langsung diambil alih kurator.
"Harapan kami proses pailit bisa segera selesai dan harapan full mendapat haknya," kata Supriyono.
Berdasar klaim buruh, berikut rincian kewajiban kepada buruh yang tertunggak:
1. pembayaran upah tertunggak tahun 2018 dan 2019 sebesar Rp 21.099.375.569 untuk 511 karyawan.
2. pembayaran kekurangan upah periode 2019-2022 sebesar Rp 3.942.750.768.
3. pembayaran kompensasi pesangon bagi 511 karyawan dengan total Rp 22.795.510.420.
(fdl/fdl)