Jakarta -
Inilah awal mula perjalanan kami kembali pulang ke kampung halaman, Padang, Sumatera Barat pada 2022. Ini kali pertama kami ke Puncak Lawang, negeri di atas awan Sumatera Barat.
Destinasi yang menakjubkan ini mampu memberi kedamaian dan menyejukkan jiwa.
Kami berangkat ke Puncak Lawang yang berlokasi di Kabupaten Agam sekitar pukul 10 pagi dari Padang. Perjalanan dari Padang ke Puncak Lawang memakan waktu sekitar dua jam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sepanjang perjalanan, banyak suguhan pemandangan perbukitan dan alam yang masih asri menyapa kami saat melewatinya. Kami tiba di Puncak Lawang sekitar waktu zuhur dan langsung mencari tempat salat setelah membayar tiket masuk Rp 20.000 per orang dan parkir mobil Rp 5.000.
Menemukan Kedamaian di Puncak Lawang
Mengapa Puncak Lawang dijuluki sebagai Negeri di Atas Awan? Objek wisata ini berada tepat di atas Danau Maninjau dengan ketinggian 1.210 MPDL.
Pada pagi hari, terdapat kabut putih tebal tepat di bawah Puncak Lawang. Udara di Puncak Lawang yang dikelilingi perbukitan sangat sejuk dan segar.
Jadi keadaan itu cocok untuk tempat menenangkan pikiran dari rutinitas harian ataupun permasalahan hidup kita. Mungkin daya tarik inilah yang membuat ayah memilih mengalah untuk menunda urusannya, karena ia paham betul bahwa aku penikmat alam.
Apa saja sih daya tarik Puncak Lawang?
Kita bisa melihat hamparan birunya Danau Maninjau berpadu dengan perbukitan hijau yang mengitarinya.
Menghirup segarnya oksigen tanpa polusi sambil menatap birunya air danau dan hijaunya perbukitan, adalah sajian sempurna yang menyejukkan jiwa.
Spot paralayang di sini adalah yang terbaik di Asia Tenggara. Pastinya sensasi terbang berkeliling menikmati hamparan Danau Maninjau dari ketinggian Puncak Lawang di atas paralayang lebih menakjubkan.
Di sini, traveler bisa berkeliling Puncak Lawang naik ATV. Treknya kurang lebih satu kilometer melalui perbukitan.
Berburu Foto Berburu foto adalah wajib di setiap perjalanan, terlebih di Puncak Lawang yang menyuguhkan banyak spot menarik untuk diabadikan. Di antara spot foto yang kuabadikan adalah berfoto dengan latar belakang Danau Maninjau dan hutan pinus, lalu berfoto di Rumah Hobbit dan Ethnic Village.
Memasuki waktu senja, kami disuguhkan dengan indahnya sunset di Puncak Lawang. Di sinilah kembali kurasakan bahwa alam telah menjadi obat bagi kekacauan pikiran.
Pulangnya kami melewati kelok 44 agar bisa menikmati suguhan pemandangan Danau Maninjau di perjalan pulang. Terhubung dengan alam dapat menyembuhkan pikiran hingga jiwa.