STUDI yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama dengan World Bank dan IPB University menunjukkan retrofit atau penambahan teknologi baru pada kendaraan-kendaraan berat seperti truk, trailer dan sebagainya lebih efektif menekan polusi di wilayah Jakarta jika dibandingkan dengan konversi kendaraan pribadi menjadi kendaraan listrik secara besar-besaran. Hal itu diungkapkan oleh Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK Sigit Reliantoro.
"Kita sudah menyelesaikan studi dengan World Bank dan IPB, di sektor transportasi dalam polusi ini apa yang paling berpengaruh. Ternyata yang paling berpengaruh ialah truk dan kendaraan besar yang tidak dipasang alat pengendali pencemaran," kata Sigit dalam acara Youth Conservation Fest 2024 yang diikuti secara daring, Rabu (2/10).
Menurut penelitian tersebut, melakukan retrofit pada kendaraan besar akan memakan biaya yang lebih murah untuk penurunan PM2,5 dibandingkan dengan konversi sepeda motor menjadi kendaraan listrik.
Baca juga : Udara Jakarta Pada Rabu Pagi Terburuk Ketiga di Dunia
"Kita sudah tawarkan solusi ini, tapi sepertinya belum mendapatkan collective imagination. Karena saat ini kampanye kendaraan listrik lebih besar. Padahal dengan biaya yang sama, PM2,5 yang dikurangi jauh lebih besar kalau kita retrofit kendaraan-kendaraan berat," ucap dia.
Menurut Sigit, masalah polusi udara merupakan masalah global. Pasalnya WHO menyebut bahwa 99% populasi di dunia menghirup udara dengan kualitas buruk di bawah ambang batas WHO. Karenanya, upaya pengendalian polusi harus dilakukan secara bersama-sama.
"Jadi yang perlu dilakukan ialah semacam membuat kesepakatan bersama. Skenarionya, masing-masing itu punya pekerjaan untuk menuju satu tujuan yang sama," pungkas dia. (H-3)