Jakarta -
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Roeslani menyatakan investasi Indonesia dan Afrika terus menguat. Kedua wilayah juga menunjukkan hubungan ekonomi yang kuat.
"Indonesia telah berinvestasi di negara-negara kunci di Afrika. Ini menunjukkan komitmen kami untuk kesejahteraan bersama, dengan perusahaan Indonesia yang beroperasi di 8 negara di Afrika," jelas Rosan dalam pidato kuncinya di acara Indonesia-Africa Parliamentary Forum (IAPF) dalam keterangan tertulis, Senin (2/9/2024).
Ia mengatakan beberapa investasi Indonesia di Afrika di antaranya Pertamina, yang berinvestasi di sektor energi di Kenya dan Tanzania. Kemudian, Medco Energy di sektor industri minyak dan gas di Mozambik, serta Bio Farma dan Wings Group di sektor farmasi dan barang konsumsi di Kenya.
Total Investasi
Rosan menuturkan, total investasi Indonesia di negara-negara Afrika mencapai US$ 2,09 miliar atau Rp 32,39 triliun (kurs Rp 15.500) pada periode 2019 sampai triwulan II-2024. Sementara total investasi negara-negara Afrika di Indonesia mencapai US$ 1,73 miliar atau Rp 26,81 triliun.
Dalam pertemuan yang mengangkat tema "Harnessing Trade and Investment Potentials for Inclusive Economic Growth", Rosan menambahkan, pada 2023 perdagangan bilateral antara Indonesia dan Afrika meningkat pesat.
Indonesia mengekspor barang jadi, sedangkan impor Indonesia dari Afrika berupa bahan mentah. Indonesia juga meningkatkan perjanjian investasi melalui Bilateral Investment Treaties (BIT) dengan negara-negara Afrika untuk memastikan iklim investasi yang stabil.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Investasi Perdagangan Lebih Inklusif
Sementara itu, Secretary General United Nation Conference on Trade and Development (UNCTAD) Rebeca Grynspan, yang hadir sebagai panelis menjelaskan, di era poli-globalisasi seperti sekarang ini, situasi menjadi lebih baik karena investasi dan perdagangan lebih inklusif dan terdesentraslisasi, tidak terpusat di satu wilayah.
"Dalam lima tahun ke depan Global Gross Domestic Product (GDP) mencapai US$ 30 triliun dan sepertiganya berasal dari negara-negara selatan (Global South)," jelas Rebeca.
(ily/ara)