Jakarta -
Saksi di persidangan menyinggung soal sleeping fee dalam proyek pembangunan jalur kereta api (KA) Besitang-Langsa, yang menghubungkan Sumatera Utara dan Aceh. Terdapat pihak yang tak melakukan pekerjaan apa pun tapi mendapat bayaran.
Dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Jakarta Jumat (13/9/2024), Direktur PT Dwifarita Fajarkharisma, Muchamad Hikmat, hadir sebagai saksi dugaan korupsi proyek pembangunan jalur KA Besitang-Langsa.
Mulanya, jaksa menanyakan pembicaraan tentang gendongan atau kerja sama di bawah tangan yang diminta oleh Nur Setiawan Sidik selaku mantan Kepala Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Wilayah Sumatera Bagian Utara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hikmat mengatakan Nur Setiawan memintanya mengerjakan proyek jalur KA Besitang-Langsa dengan gendongan dengan orang bernama Tugiyanto.
"Ada dibicarakan kalau seandainya menang, Pak Hikmat tolong nanti gendongan dengan namanya Tugiyanto," jawab Hikmat.
"Gendongan dengan Pak Tugiyanto maksudnya ber-KSO (Kerja Sama Operasi) atau?" tanya jaksa.
"Ber-KSO di bawah tangan," jawab Hikmat.
"Bapak mengenal Pak Tugiyanto itu siapa?" tanya jaksa.
"Mengenal Yang Mulia," jawab Hikmat.
Hikmat mengatakan tak ada komitmen apapun dari Nur Setiawan saat memintanya gendongan dengan Tugiyanto. Dia mengatakan tak ada juga konsekuensi yang disebutkan Nur jika dirinya tak mengerjakan proyek itu bersama Tugiyanto.
Hikmat mengatakan Tugiyanto tak melakukan pekerjaannya. Namun, dia menyebutkan Tugiyanto tetap mendapat sleeping fee. Sleeping fee adalah istilah untuk aliran dana dari peserta lelang yang menang kepada peserta yang kalah.
"Kenyataanya apakah Pak Tugiyanto itu melakukan pekerjaan atau bagaimana?" tanya jaksa.
"Pak Tugiyanto mendapatkan sleeping fee juga," jawab Hikmat.
"Apakah Pak Tugiyanto melakukan pekerjaan itu?" tanya jaksa.
"Tidak," jawab Hikmat.
Jaksa lalu mendalami nilai sleeping fee yang diterima Tugiyanto. Hikmat mengatakan sleeping fee untuk Tugiyanto itu tak mencapai Rp 3,5 miliar. Dia mengaku memberikan sleeping fee ke Tugiyanto secara transfer.
"Besaran itu bukan diarahkan Pak Nur Setiawan, kalau besaran fee. Cuman saya berkomitmen sama Tugiyanto itu kita ngasih Pak Tugiyanto 5 persen kurang lebih," kata Hikmat.
"Sekitar Rp 3,5 miliar ada? Dari nilai kontrak saudara?" tanya jaksa.
"Tidak ada Yang Mulia," jawab Hikmat.
Sebelumnya, dugaan kasus korupsi ini beberapa pihak menjadi terdakwa. Mereka adalah Nur Setiawan Sidik selaku mantan Kepala Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Wilayah Sumatera Bagian Utara, Amanna Gappa selaku Kepala BTP Sumbagut dan Kuasa Pengguna Anggaran periode Juli 2017-Juli 2018, Arista Gunawan selaku team leader tenaga ahli PT Dardela Yasa Guna, serta Freddy Gondowardojo selaku pemilik PT Tiga Putra Mandiri Jaya dan PT Mitra Kerja Bersama.
Mereka didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp 1,1 triliun terkait dugaan korupsi dalam proyek pembangunan jalur kereta api (KA) Besitang-Langsa.
"Merugikan keuangan negara sebesar Rp 1.157.087.853.322 (Rp 1,1 triliun) atau setidak-tidaknya sejumlah tersebut sebagaimana dalam laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara atas perkara dugaan tindak pidana korupsi Proyek Pembangunan Jalur Kereta Api Besitang-Langsa pada Balai Teknik Perkeretaapian Medan Tahun 2015 sampai dengan 2023, dengan Surat Pengantar dari Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi Nomor PE.03.03/SR/SP-464/D5/02/2024 tanggal 13 Mei 2024 oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP RI)," kata jaksa saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Nur Setiawan Sidik dkk didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Saksikan Live DetikSore:
(mib/aik)