Jakarta -
Mulai Januari 2025, Bank di Indonesia akan diwajibkan untuk melakukan pembayaran premi kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Premi ini dimaksudkan untuk mendanai Program Restrukturisasi Perbankan (PRP).
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae menjelaskan hal ini dilaksanakan sesuai dengan amanah UU P2SK, PP Nomor 34 Tahun 2023 tentang Besaran Bagian Premi untuk Pendanaan Program Restrukturisasi Perbankan, dan Peraturan LPS Nomor 1 Tahun 2024 tentang Premi Program Restrukturisasi Perbankan (PRP).
"Pelaksanaan Premi PRP bertujuan untuk membangun sistem keuangan yang lebih tangguh serta memberikan ketahanan yang lebih kuat untuk industri perbankan Indonesia dalam menghadapi ancaman dan risiko terburuk dari kondisi krisis sistem keuangan yang dapat membahayakan perekonomian nasional," kata Dian dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Sabtu (14/9/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Adapun salah satu sumber pendanaan PRP berasal dari kontribusi industri perbankan melalui penggunaan sumber daya bank sendiri dalam bentuk kewajiban pembayaran premi PRP sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 39 ayat (4) UU Nomor 9 Tahun 2016 sebagaimana telah diubah dengan UU P2SK," terangnya lagi.
Menurut Dian dengan adanya PRP ini, jika terjadi penurunan kondisi ekonomi yang berdampak terhadap kesehatan finansial bank, maka bank bersangkutan dapat memanfaatkan dana premi tersebut. Terutama untuk penanganan/penyelesaian permasalahan yang bisa dihadapi bank ke depan.
Sedangkan untuk besaran biaya yang perlu dibayarkan bank, Dian menjelaskan penyusunan peraturan terkait Premi PRP sudah dimulai sejak 2016 lalu dengan melibatkan industri perbankan dan asosiasi perbankan. Dalam hal ini besaran premi akan ditentukan berdasarkan tingkat risiko dan jumlah aset yang dimiliki masing-masing bank.
"Besaran persentase Premi PRP yang ditetapkan berdasarkan tingkat risiko dan jumlah aset dimana Bank yang semakin besar jumlah aset dan tingkat risikonya akan dikenakan premi yang lebih tinggi, memberikan dorongan bagi Bank untuk senantiasa berupaya menjaga tingkat risiko nya pada level yang optimal (lebih prudent)," jelasnya.
Sedangkan bagi bank yang memiliki tingkat risiko 5 alias tidak sehat, jumlah premi yang ditetapkan adalah 0% tanpa memperhitungkan total aset yang dimiliki. Sehingga Bank yang sedang memerlukan penanganan permasalahan tidak akan terbebani dengan pembayaran premi PRP ini.
"Bank telah mendapatkan informasi dan pemahaman yang memadai serta seharusnya sudah siap jika premi PRP akan diterapkan pertama kali pada tahun 2025, termasuk mempersiapkan dana untuk premi PRP ini," pungkas Dian.
(hns/hns)