Jakarta -
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) mencatat, sebagian besar kebutuhan komoditas Oil Country Tubular Goods (OCTG) kebanyakan masih impor. OCTG sendiri mengacu pada pipa yang digunakan dalam industri hulu minyak dan gas bumi (migas).
Asisten Deputi Bidang Industri Maritim dan Transportasi, Kemenko Marves, Firdaus Manti menerangkan, berdasarkan profil industrinya komoditas OCTG mencakup casing, tubing dan accessories. Ada 16 perusahaan yang memproduksi dengan total kapasitas 1 juta ton per tahun.
Kemudian, tingkat komponen dalam negeri (TKDN) untuk casing antara 15-47%, piping 15-47% dan accessories 15-50%.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di sini memang kami pemerintah meminta para produsen untuk mensertifikatkan produknya sehingga dapat mengoptimalkan penggunaan produknya pada pengadaan para pengguna barang dan jasa," katanya dalam acara Supply Chain & National Capacity Summit 2024 di JCC Jakarta, Kamis (15/8/2024).
Pihaknya mencatat, jika trennya dari 2018 sampai 2023, jumlah impor untuk komoditas OCTG lebih besar dibanding dari ekspornya. Pada tahun 2023 saja, jumlah impornya tercatat sebesar 201.731 ton. Sementara, untuk ekspornya 70.210 ton.
"Kalau dilihat tren ekspor impor komoditas OCTG dari 2018 sampai 2023, drill pipe untuk kode HS sekian dan casing tubing jumlah impor ini masih lebih besar. 2023 juga lonjakannya cukup besar importasi dibandingkan dengan ekspornya," ungkapnya.
Dari ilustrasi beban biaya OCTG, porsi material memiliki porsi biaya 75,12%. Namun, untuk TKDN-nya hanya 5,80%.
"Sedangkan porsi lainnya seperti tenaga kerja, alat kerja dan jasa umumnya itu mencapai TKDN yang tinggi dengan keseluruhannya di atas 75%,"ungkapnya.
(acd/rrd)