Jakarta -
Dalam lanjutan sidang korupsi timah yang memeriksa beberapa saksi, terungkap PT Timah Tbk (TINS) mendapatkan pasokan timah dari para penambang rakyat.
Seperti diungkapkan Staf General Affair PT Refined Bangka Tin (PT RBT), Adam Marcos, dihadirkan sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengelolaan timah dengan terdakwa Harvey Moeis yang mewakili PT RBT, Suparta selaku Direktur Utama PT RBT sejak 2018, dan Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT sejak 2017.
Dalam sidang tersebut, Marcos mengaku diminta Suparta membantu peningkatan produksi PT Timah dengan membina penambang rakyat dan melakukan pembayaran ke penambang atau kolektor bijih timah tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Semua pasir (pasir timah) yang dikumpulkan digunakan hanya untuk kepentingan PT Timah," tutur dia dalam kesaksiannya.
Adam Marcos diminta pihak PT Timah untuk mengumpulkan pasir hasil penambangan oleh masyarakat karena saat itu masyarakat tidak ingin memberikan ke PT Timah karena masyarakat menginginkan pembayaran cash.
"Tetapi PT Timah tidak bisa kasih cash," sambung dia.
Sebagai upaya membujuk kesediaan masyarakat yang menguasai pasir timah hasil pertambangan dari IUP PT Timah, pihak PT RBT menjembatani dengan membayarkan pasir tersebut secara cash atau tunai.
"Pasir timah dikirim ke PT Timah untuk memenuhi imbauan dari ex Kapolda Bangka Belitung untuk membantu PT Timah, dan PT RBT menalangi kekurangan/masalah cash PT Timah," terang dia lagi dalam persidangan tersebut.
Dalam perjalannya, pengumpulan pasir timah dari penambang rakyat tersebut sempat terhenti lantaran ada perbedaan kadar timah yang dinilai bisa menimbulkan kerugian. Aktivitas pengumpulan pasir timah tersebut kemudian dilanjutkan kembali setelah melakukan evaluasi dan dilakukan dengan metode berbeda dengan sebelumnya.
Dari sana, muncul lah kebijakan agar kerja sama dengan penambang rakyat dilakukan lewat badan hukum berbentuk CV dengan pola kemitraan. CV didirikan oleh masyarakat pemilik lahan yang berada di wilayah IUP PT Timah.
"PT Timah hanya dapat melakukan pembayaran kepada badan hukum seperti CV BKM, sedangkan perseorangan sulit untuk dilakukan karena jumlah yang terlalu banyak," bebernya.
Pasir timah yang bisa dijembatani pembeliannya oleh PT RBT sendiri tak serampangan. Ada kriteria khusus di mana PT Timah menunjuk langsung lokasi-lokasi yang pasir timahnya bisa dibeli.
Adapun pasir timah yang dikumpulkan dari masyarakat penambang rakyat kemudian dikumpulkan di Gudang PT Timah yang berada di area milik PT RBT
"PT Timah yang menunjuk lokasi-lokasi penambangan, kolektor mendapatkan pasir di IUP PT Timah yang kemudian dikirim ke Gudang PT Timah di PT RBT," jelas Adam.
Sebelumnya, Direktur Utama TINS Ahmad Dani Virsal mengungkapkan bahwa pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) sulit membeli hasil tambang timah dari pertambangan rakyat, lantaran terbentur masalah legalitas. Menurutnya, asal-usul bijih timah dari pertambangan rakyat tidak bisa dipastikan legalitasnya.
"Kalau bukan dari IUP PT Timah, kami tidak mungkin bisa mengakomodir itu, asal usulnya dari mana itu. Sebenarnya kapasitas pabrik tidak masalah, tapi asal-usul bijihnya dari mana, legalitasnya dari mana," jelasnya saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, dikutip dari CNBC Indonesia.
Walaupun begitu, dia membuka kemungkinan perusahaan dapat bekerja sama dengan perusahaan yang sudah legal dan diberikan izin beroperasi oleh pemerintah melalui Izin Pertambangan Rakyat (IPR). Hal yang diwanti-wanti oleh perusahaan adalah hasil tambang dari pertambangan ilegal.
"Kalau WPR (Wilayah Pertambangan Rakyat) itu IPR (Izin Pertambangan Rakyat) keluar, terus kerja sama mungkin bisa, tapi kalau belum ada, itu gak bisa juga kita. Masyarakat ilegal mining gimana? gak mungkin kita putihkan kan," tambahnya.
(rrd/rir)