Upaya Indonesia Membangun Kemandirian Vaksin dan Obat Bioteknologi untuk Kedaulatan Kesehatan

Liputan6.com, Jakarta - Hingga kini, Indonesia telah mampu memproduksi 12 jenis vaksin dan 8 produk biologis melalui delapan industri biofarmasi lokal, termasuk hasil kolaborasi transfer teknologi dengan mitra global. Capaian ini menjadi bukti nyata bahwa kemandirian vaksin dan obat bioteknologi bukan lagi mimpi, melainkan langkah konkret menuju kedaulatan kesehatan nasional.

Keberhasilan tersebut tak lepas dari sinergi antara akademisi, industri, dan pemerintah dalam memperkuat ekosistem riset dan manufaktur bioteknologi. Upaya ini juga menjadi bagian dari strategi transformasi kesehatan nasional, khususnya pada pilar ketiga yang menekankan pemenuhan kebutuhan produk kesehatan buatan dalam negeri.

Dalam semangat memperkuat kolaborasi, PT Etana Biotechnologies Indonesia bersama Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) menggelar Indonesia Biopharmaceutical Summit (IBS) 2025.

Forum ini mempertemukan berbagai pemangku kepentingan dari sektor akademik, industri, dan pemerintah untuk membahas arah masa depan industri biofarmasi Indonesia dengan tema 'Shaping the Future of Biopharma in Indonesia'. Dekan Fakultas Farmasi UGM, Prof. Dr. Satibi, M.Si., Apt menekankan bahwa kolaborasi lintas sektor menjadi fondasi penting untuk mempercepat inovasi.

"Masa depan biofarmasi bergantung pada kemampuan kita untuk berkolaborasi. Penemuan di universitas harus bisa diterjemahkan menjadi produk nyata yang bermanfaat bagi masyarakat. Hal ini memerlukan kemitraan yang kuat antara akademisi, industri, serta regulator," ujar Prof. Satibi.

Menurutnya, Indonesia memiliki potensi besar dalam mengembangkan biofarmasi berkat kekayaan biodiversitas dan kapasitas penelitian nasional. Potensi ini, jika dimanfaatkan dengan optimal, dapat menjadikan Indonesia sebagai hub regional inovasi kesehatan di Asia Tenggara.

Dalam sesi utama IBS 2025, General Manager Technical Operations Etana, Dr. Miles Shi, Ph.D, memaparkan pengalaman perusahaannya dalam proses transfer teknologi dari inovasi global menuju produksi lokal. 

Dalam paparannya bertajuk 'Bridging Global Innovation to Local Manufacturing: Best Practice for Technology Transfer', dia menekankan pentingnya pendekatan kolaboratif dan berstandar internasional.

"Transfer teknologi bukan sekadar proses teknis, melainkan perjalanan kolaborasi dan pembelajaran bersama. Etana mengintegrasikan praktik terbaik WHO dan PDA untuk membangun ekosistem manufaktur biofarmasi yang memenuhi standar global," kata Miles.

Dia, menambahkan, keberhasilan transfer teknologi tersebut telah mempercepat akses masyarakat terhadap vaksin dan obat berkualitas, sekaligus memperkuat kemampuan bangsa untuk memproduksi produk bioteknologi secara mandiri.

"Dengan menggabungkan keahlian global dan eksekusi lokal, kami berupaya mempercepat kemandirian dan menghadirkan produk biofarmasi kelas dunia buatan Indonesia," tambahnya.

Sementara itu, Direktur Ketahanan Farmasi dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Dr. Jeffri Ardiyanto, M.App.Sc, mengatakan, pemerintah terus memperkuat rantai ekosistem kesehatan nasional. 

"Kebijakan ini adalah upaya besar untuk memperkuat sistem layanan kesehatan Indonesia dari hulu ke hilir. Mulai dari bahan baku, riset, produksi, hingga distribusi. Namun yang terpenting, seluruh pihak dalam ekosistem biofarmasi harus bekerja bergandengan tangan," ujarnya.