Dadline(MI/HO)
DADLINE, band yang lahir dari keresahan para anggotanya yang kini memasuki fase hidup sebagai pekerja, ayah, dan bagian dari sandwich generation, secara resmi merilis Extended Play (EP) perdana mereka, yang berjudul Dadline & Deadlines pada 12 Desember 2026. Karya ini hadir sebagai ekspresi jujur dan personal yang menangkap kompleksitas suara kehidupan dewasa.
Band ini awalnya terbentuk sebagai ruang pelarian bagi para anggotanya dari tekanan sehari-hari. Namun, seiring waktu, ruang tersebut bertransformasi menjadi proyek serius yang memberi tempat bagi mereka untuk berkarya dan mengekspresikan diri apa adanya.
Mengusung Dadcore Punk dengan Sentuhan J-Punk
Secara musikal, Dadline memperkenalkan identitas unik yang mereka namai Dadcore Punk.
"Kami ngide aja ngasih genre sendiri Dadcore Punk," ujar Fauzan.
Dadcore Punk diartikan sebagai pendekatan punk yang lebih dewasa, reflektif, dan berakar pada realitas hidup.
Warna musik ini diperkaya dengan pengaruh kuat dari Japanese Punk, yang dikenal dengan melodi emosional dan narasi yang lugas.
Perpaduan ini menghasilkan musik yang tetap bertenaga namun memiliki kedalaman cerita yang kuat. Identitas inilah yang menjadi fondasi utama dari EP pertama mereka.
Tiga Lagu, Tiga Fase Kegelisahan
EP Dadline & Deadlines memuat tiga lagu yang merepresentasikan berbagai fase kegelisahan dan dinamika emosi dalam kehidupan dewasa.
Lagu pembuka, Late Night Overdrive, karya Tryas Lazuardy, membahas gangguan pikiran menjelang tengah malam.
Tryas menjelaskan, “Lagu ini menceritakan tentang gangguan dalam pikiran menjelang tengah malam yang membuat waktu istirahat menjadi terganggu, sesuatu hal yang tertahan atau perasaan bersalah, yang harus diungkapkan, disampaikan dan bermuara untuk suatu penerimaan.”
Lagu berikutnya, When The Sky Stopped Being Blue, mengajukan pertanyaan eksistensial mengenai pilihan hidup.
Tryas menyebutkan lagu ini adalah, "Pertanyaan: apakah jalan yang dipilih ini adalah yang terbaik dari segala kemungkinan?”
Ia menganalogikan langit yang dulunya cerah berubah menjadi berat dan penat, dengan harapan untuk mencapai sesuatu yang indah di kemudian hari sebagai satu-satunya alasan untuk tetap bangkit dan terus berjalan.
Sementara itu, lagu penutup First Day of The End karya Fauzan Romadhon, menyentuh pertanyaan mendasar tentang kehidupan dan kematian.
Fauzan memberikan pernyataan singkat, "Lagu ini tentang pertanyaan seumur hidup: Kenapa kita harus lahir di dunia? Kenapa harus melalui kehilangan? Dan apakah mungkin kita bertemu lagi dengan orang-orang tersayang di kehidupan berikutnya?”
Produksi di Sela Kesibukan
Proses produksi EP ini memakan waktu tiga bulan dan dikerjakan di sela-sela kesibukan pekerjaan utama para anggota band. Semangat mengejar *deadline*—yang juga menjadi inspirasi nama band—menjadi dorongan utama di balik rampungnya proyek ini. Proyek ini diproduseri oleh Pemil Kabahtullah dan direkam di Benji Studio.
Secara visual, artwork EP menggunakan foto yang diambil di sebuah pasar ikan di Washington DC, dipilih karena merepresentasikan perjuangan Dadline: upaya untuk tetap berjalan, tetap jujur, dan tetap kuat.
Dadline berharap Dadline & Deadlines dapat menjadi teman seperjalanan dan medium bagi siapa pun yang menghadapi fase hidup yang berat, serta menjadi pengingat bahwa ketidakpastian hidup bukanlah perjalanan yang harus dihadapi sendirian.
Dadline berencana untuk terus produktif dengan merilis single baru dan memperluas eksplorasi Dadcore Punk di 2026. (Z-1)

23 hours ago
11




















:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/liputan6/watermark-color-landscape-new.png,1100,20,0)/kly-media-production/medias/5383272/original/088478300_1760668597-Joy_Wahjudi__CEO_Erajaya_Digital_di_peluncuran_iPhone_17_Series_01.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5099595/original/076851300_1737187075-1737186206385_mimpi-masuk-rumah-sakit-menurut-islam.jpg)

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/2974420/original/001300500_1574390017-0E6A0619-01.jpeg)














