Liputan6.com, Jakarta Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menemukan fakta baru soal kasus penamparan murid oleh Kepala SMAN 1 Cimarga, Lebak, Banten.
“Kami menemukan fakta baru saat pengawasan langsung ke SMAN 1 Cimarga,” kata Komisioner KPAI, Aris Adi Leksono kepada Health Liputan6.com melalui pesan singkat, Selasa (21/10/2025).
Komisioner KPAI, Aris Adi Leksono mengatakan berdasarkan wawancara dengan guru dan siswa, ratusan siswa mogok sekolah bukan semata-mata karena membela siswa berinisial ILP (17) yang ketahuan merokok di kantin. Melainkan bentuk protes terhadap perangai kepala sekolah mereka.
“Saat kami wawancara guru dan siswa, mereka mengeluh dengan kepribadian kepala sekolah yang temperamental, suka marah, dan berkata-kata kasar,” papar Aris.
“Kepala sekolah bahkan tak segan menyebut kata binatang kepada anak-anak, sehingga memicu mereka mogok tidak mau sekolah. Jadi pemicu mereka mogok, bukan membela anak yang melanggar aturan, tapi karena perilaku kasar kepala sekolah itu sendiri,” ujar Aris.
Terkait laporan para murid dan guru lain itu, Aris menyatakan bahwa sikap negatif kepala sekolah tidak dapat dibenarkan.
“Ini tentu tindakan yang tidak dibenarkan dalam di lingkungan pendidikan. Pendidik harus menjadi teladan bagi siswa dan lingkungannya, apalagi dia seorang kepala sekolah.”
Melihat hal ini, Aris berharap sang kepala sekolah dapat diproses berdasarkan kode etik profesi dan mendapatkan asesmen psikologi.
“Kami berharap kepala sekolah tersebut diproses berdasarkan kode etik profesi, serta peraturan terkait disiplin PNS. Tentu dari kasus ini, kami berharap ada proses asesmen psikologi saat rekrutmen calon kepala sekolah dan guru, untuk mencegah terjadinya hal serupa di kemudian hari,” harapnya.
Siswa dan Pihak Sekolah Harus Tahu Hak serta Kewajiban Masing-Masing
Sebelumnya, kepala sekolah di Banten berinisial DP viral di media sosial setelah diduga menampar murid yang ketahuan merokok.
Merespons kejadian ini, KPAI telah melakukan pengawasan langsung ke SMAN 1 Cimarga, Lebak, Banten. Dalam pengawasan tersebut dilakukan wawancara pendalaman secara tertutup kepada guru, siswa, dan orangtua korban, serta rakor dengan pemerintah daerah, dan pihak terkait untuk mencari pola yang baik dalam penanganan kasus ini.
"KPAI berpandangan bahwa penguatan akan kesadaran terkait keseimbangan hak dan kewajiban perlu dilakukan dalam lingkungan satuan pendidikan. Sehingga kesadaran itu akan menjadi dasar sinergi pelaksanaan pendidikan antara anak, orangtua, dan pihak sekolah, yang saling mendukung dan menghormati untuk keberhasilan pendidikan anak," kata Aris usai kunjungan pada Kamis, 16 Oktober 2025.
Menurutnya, hal ini sesuai amanat dalam Undang-undang Perlindungan Anak, serta Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa selain anak punya hak, juga memiliki kewajiban.
Keseimbangan itu perlu untuk mendukung tumbuh kembang anak secara optimal. Kewajiban anak adalah menghormati orangtua, wali dan guru, serta mentaati dan menjalankan norma dan aturan yang berlaku.
"Maka peraturan larangan merokok di lingkungan satuan pendidikan harus ditaati oleh peserta didik," kata Aris.
Awal Mula Peristiwa
Peristiwa bermula di hari Jumat, 10 Oktober 2025. DP memergoki ILP merokok di kantin belakang sekolah. Sang kepala sekolah lantas awalnya menegur dengan bahasa kasar.
"Ngerokok di (kantin) belakang, ketahuan kepala sekolah, dan kepala sekolah mengingatkan dengan bahasa 'goblok' yang mungkin biasa di sana," kata Plt Kepala Dinas Pendidikan (Kadindik) Banten, Luqman pada Selasa, 14 Oktober 2025, mengutip Regional Liputan6.com.
ILP kemudian kabur dan dikejar oleh kepala sekolah (Kepsek). Saat ILP ditangkap, Kepsek sempat menanyai alasannya merokok. Namun karena kesal, dia pun memukul pipi siswa tersebut.
"Tapi ada mengeplak, enggak tahu kencang atau enggak, saya enggak tahu. (Itu) pengakuan dari kepala sekolah," ujar Luqman.
Luqman juga menjelaskan, baik kepala sekolah maupun guru, sudah diberi tahu batasan yang boleh dan tidak dilakukan saat menghukum para murid.
Persoalan ini semakin meluas setelah wali murid ILP tidak terima dengan perlakuan kepala sekolah. Orangtua membuat laporan ke Polres Lebak dengan harapan kepala sekolah diproses hukum.
"Saya enggak puas, enggak rida sampai anak saya ditampar, saya ingin ke jalur hukum pokoknya," kata ibunda pelajar tersebut.
Gubernur Banten Turun Tangan
Polemik kepala sekolah dan orangtua murid ini mendapat respons dari Gubernur Banten Andra Soni.
Andra melakukan upaya mediasi dan membuahkan hasil. Polemik di SMAN 1 Cimarga antara kepala sekolah dan orangtua siswa diselesaikan secara kekeluargaan. Keduanya menandatangani pernyataan damai dan mencabut laporan polisi.
“Arahan gubernur jelas: kegiatan belajar harus kembali normal, semua pihak saling memaafkan, dan persoalan hukum diselesaikan secara damai,” kata Sekda Banten Deden Apriandhi.
"Alhamdulillah, kedua pihak sudah saling memaafkan. Dengan islah ini, situasi sekolah bisa pulih dan kepala sekolah kembali aktif bertugas," ujar Deden.
Langkah ini menunjukkan komitmen Pemprov Banten menjaga iklim pendidikan yang sehat dan berkeadilan. Selain memulihkan suasana sekolah, Dinas Pendidikan juga menyiapkan pendampingan serta konseling bagi siswa dan guru agar proses belajar berlangsung tanpa tekanan.