Liputan6.com, Jakarta Luka Modric belum ingin menepi dari panggung sepak bola elite. Di usia yang tak lagi muda, ia justru memilih tantangan baru bersama AC Milan. Keputusan itu bukan semata soal karier panjang, tetapi tentang keinginan untuk tetap bersaing di level tertinggi menjelang Piala Dunia 2026.
Kehadirannya di Milan semula diragukan. Banyak yang menilai Modric tak lagi mampu bermain di intensitas tinggi seperti dulu. Namun, gelandang 40 tahun asal Kroasia itu justru tampil menawan dan menjadi pengatur tempo permainan Rossoneri.
Untuk menjaga performa agar tetap konsisten sepanjang musim, Modric mengambil langkah bijak: mengurangi menit bermain di Timnas Kroasia. Ia kini menjalani peran “paruh waktu” bersama negaranya agar bisa terus tampil maksimal untuk Milan.
Menyisakan Tenaga Demi Rossoneri
Musim Serie A selalu menuntut stamina dan konsentrasi tinggi, terutama bagi pemain yang sudah berusia di atas 35 tahun. Modric sadar betul akan hal itu. Maka dari itu, ia memilih untuk mengatur ulang prioritasnya. Ia tidak lagi memaksakan diri bermain penuh di setiap laga internasional demi menjaga kebugaran dan efektivitas permainan di level klub.
Langkah itu berbuah hasil. Bersama Milan, Modric mampu mempertahankan ritme permainan khasnya: tenang, presisi, dan efisien. Ia masih menjadi poros permainan, menjaga keseimbangan antara lini tengah dan serangan. Kehadirannya bahkan memberi rasa percaya diri tambahan bagi para pemain muda di skuad Rossoneri.
Di sela padatnya jadwal kompetisi, Modric juga kerap menyempatkan diri untuk berbagi pengalaman dengan pemain-pemain akademi Milan. Ia tahu bahwa regenerasi adalah bagian penting dari perjalanan klub. Keteladanannya di dalam dan luar lapangan kini menjadi contoh nyata bagaimana pengalaman bisa menjadi energi positif bagi tim.
Modric: Mengatur Ritme, Menjaga Keabadian
Keputusan Modric untuk membagi peran antara tim nasional dan klub bukanlah tanda kemunduran, melainkan strategi. Ia memahami tubuhnya lebih baik dari siapa pun. Dengan Kroasia yang hampir memastikan tiket ke Piala Dunia, Modric punya ruang untuk mengatur jadwalnya tanpa mengorbankan ambisi pribadi maupun profesional.
Baginya, menjaga kebugaran berarti memperpanjang umur karier. Musim yang panjang di Serie A akan menjadi ujian tersendiri, dan Modric tahu kapan harus menahan diri serta kapan harus tampil habis-habisan. Dengan cara itu, ia bisa tetap berada di level optimal hingga akhir musim.
Dedikasi dan mentalitas Modric menular ke seluruh ruang ganti Milan. Para pemain muda belajar darinya tentang disiplin, tanggung jawab, dan kecintaan terhadap permainan. Bagi Milan, Modric bukan sekadar pengatur serangan, tetapi simbol profesionalisme yang menginspirasi seluruh tim.
Di usia senja kariernya, Modric telah menemukan keseimbangan antara ambisi dan kebijaksanaan. Perannya mungkin kini “paruh waktu” di timnas, tetapi di Milan, ia tetap tampil sepenuh hati—membuktikan bahwa bintang sejati tidak pernah redup, hanya menyesuaikan cahayanya.
Sumber: La Gazzetta dello Sport, Sempre Milan