Liputan6.com, Jakarta BPJS Kesehatan memperkuat komitmennya dalam menanamkan budaya pencegahan di masyarakat lewat kebijakan terbaru melalui Skrining Riwayat Kesehatan (SRK) bagi peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Mulai September hingga Oktober 2025, setiap peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) diwajibkan menjalani skrining sebelum mengakses layanan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) seperti Puskesmas, klinik dan praktik dokter mandiri.
SRK menjadi komponen penting dalam strategi deteksi dini risiko penyakit. Peserta JKN bisa mengakses SRK kapan saja, bahkan saat tidak sedang berobat. Peserta hanya perlu mengisi kuesioner singkat mengenai riwayat penyakit diri sendiri, keluarga, dan gaya hidup. Pengisian dapat dilakukan dengan mudah melalui Aplikasi Mobile JKN, Website BPJS Kesehatan, layanan WhatsApp (Pandawa), atau langsung dibantu oleh petugas Puskesmas, klinik dan praktik dokter mandiri.
Bagi peserta yang sudah mengunduh Aplikasi Mobile JKN akan muncul notifikasi pengisian skrining atau peserta dapat proaktif, langsung memilih fitur Skrining Riwayat Kesehatan.
Kepala Humas BPJS Kesehatan, Rizzky Anugerah, menegaskan bahwa skrining merupakan langkah mendasar untuk menjaga kualitas hidup peserta.
“Budaya pencegahan harus menjadi fondasi dalam Program JKN. Dengan skrining, peserta tidak hanya menunggu sakit, tetapi memiliki kesempatan mengenali potensi penyakit lebih awal, sehingga dapat melakukan intervensi sejak dini,” ujarnya.
Rizzky menjelaskan bahwa manfaat skrining bukan hanya bagi peserta, tetapi juga bagi dokter dan fasilitas kesehatan.
“Bagi peserta, skrining berarti akses layanan lebih cepat, kondisi kesehatan lebih dipahami, dan risiko penyakit dapat dicegah sejak awal. Bagi fasilitas kesehatan, skrining membantu pemetaan penyakit dan memungkinkan penanganan medis yang lebih tepat. Dengan begitu, tata laksana bisa diberikan secara lebih terukur dan risiko komplikasi dapat diminimalkan,” tambahnya.
Deteksi Dini Penyakit Kronis
Melalui SRK, peserta dapat mengetahui potensi risiko berbagai penyakit, di antaranya Diabetes Mellitus Tipe 2, hipertensi, stroke, ischemic heart disease, kanker leher rahim, kanker payudara, anemia remaja putri, tuberkulosis, Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), kanker paru, hepatitis B dan C, talasemia, dan kanker usus.
Data evaluasi tahun 2024 menunjukkan, lebih dari 45 juta peserta JKN telah melaksanakan skrining kesehatan. Hasil deteksi dini tersebut memungkinkan FKTP segera menetapkan tata laksana medis yang dibutuhkan agar kondisi peserta tertangani lebih cepat atau mencegah komplikasi penyakit.
Rizzky menjelaskan, SRK bukan sekadar kegiatan administratif, melainkan sarana penting membangun kesadaran masyarakat. Dengan mengetahui kondisi kesehatan sejak awal, peserta diharapkan lebih peduli menjaga pola hidup sehat, mulai dari mengatur pola makan, memperbanyak aktivitas fisik, hingga mengurangi faktor risiko seperti merokok atau pola tidur tidak teratur.
“Melalui skrining, kita bisa bercermin pada kondisi kesehatan kita sendiri. Dari situ, akan tumbuh kesadaran untuk lebih menjaga tubuh, mengatur pola makan, dan menjalani hidup lebih sehat. Inilah yang menjadi tujuan utama dari transformasi layanan Program JKN, yakni menciptakan masyarakat yang tidak hanya sembuh dari sakit, tapi juga lebih sehat sejak awal,” kata Rizzky.
Oleh karena itu, untuk mengoptimalkan upaya promotif preventif serta meningkatkan awareness terkait SKR, Rizzky mengajak peserta melakukan SKR secara rutin 1 tahun sekali dan bagi FKTP untuk dapat meningkatkan jumlah layanan skrining bagi peserta yang terdaftar di FKTP-nya.
Rizzky berharap dengan adanya kewajiban skrining tahunan ini, baik BPJS Kesehatan, peserta maupun fasilitas kesehatan dapat bersama membangun ekosistem layanan Program JKN yang lebih berbasis promotif dan preventif (pencegahan).
(*)