Jakarta (ANTARA) - Ketika Amerika Serikat dan Tiongkok memperluas latihan militernya di Asia Tenggara, kawasan ini kembali menjadi panggung utama rivalitas global.
Di tengah derasnya arus latihan bersama dan kerjasama pertahanan tersebut, negara-negara ASEAN dihadapkan pada dilema klasik, apakah harus memilih salah satu kekuatan besar atau tetap menjaga netralitas strategis?

Peta yang dipublikasikan Newsweek pada Oktober 2025 menampilkan bentangan aktivitas militer di Asia Tenggara, dari latihan Super Garuda Shield yang digelar Indonesia bersama Amerika Serikat dan 12 negara mitra, hingga latihan Peace and Friendship 2025 yang dipimpin Tiongkok dan Malaysia di perairan Laut Natuna Selatan.
Dari perspektif AS, dalam artikel “From High Seas to Highlands: Framing U.S. Defense Strategy with Southeast Asia’s Geographies” menegaskan bahwa AS melihat Asia Tenggara sebagai “most significant region for competition between the United States and China” karena pertumbuhan ekonomi, posisi geografis dan potensi pengaruhnya.
Jadi, kita sudah melihat kerangka besar dua kekuatan besar berlomba menancapkan pengaruh lewat latihan dan kerjasama militer, sementara negara-kawasan di tengah memilih pendekatan yang hati-hati.
Baca juga: Panglima TNI buka latihan militer ASEAN pertama ASEX-01 Natuna
Laporan Newsweek mengungkapkan bahwa AS dan Cina saat ini sama-sama meningkatkan intensitas dan skala latihan militer di kawasan. AS menggelar latihan multilateral besar seperti “Sama-Sama” di Palawan, Filipina, yang berlangsung sejak awal Oktober. Latihan ini melibatkan sejumlah negara sekutu dan mitra: Australia, Jepang, Prancis, Inggris, Italia, Kanada, Selandia Baru, dan Thailand, selain Filipina dan AS sendiri. Fokus latihan mencakup interoperabilitas angkatan laut, patroli bersama, dan simulasi respons keamanan regional.
Sebaliknya, Cina juga menggelar serangkaian latihan militer bilateral dan multilateral, antara lain Exercise Peace and Friendship di Malaysia. Latihan tersebut menekankan aspek bantuan kemanusiaan, tanggap bencana, dan patroli maritim pendekatan yang lebih “lunak” dalam framing publik, tetapi tetap melibatkan pengerahan kekuatan laut dan udara. Sepanjang tahun ini, Cina telah melakukan latihan dengan sejumlah negara ASEAN: Kamboja, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Vietnam.
Menurut laporan IISS, Asia-Pacific Regional Security Assessment 2025, jumlah latihan militer gabungan meningkat 47 persen dalam lima tahun terakhir. Lonjakan itu tidak hanya mencerminkan peningkatan kesiapan pertahanan, tetapi juga menggambarkan pergeseran kontestasi geopolitik di Indo-Pasifik yang semakin kompleks.
Baca juga: ISEAS sebut isu geopolitik jadi tantangan terbesar ASEAN
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.