Liputan6.com, Jakarta - Tidak sedikit orang langsung berhenti lari setelah mengalami cedera, apalagi sampai harus menjalani operasi. Cedera lutut, pergelangan kaki, atau otot kerap membuat mereka takut akan risiko kambuh, sehingga memilih berhenti total.
Padahal, menurut Dokter Subspesialis Kedokteran Olahraga RS Universitas Indonesia (RSUI) sekaligus Sekretaris Program Studi Spesialis Ilmu Kedokteran Olahraga, Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI, Dr. dr. Listya Tresnanti Mirtha, Sp.KO., Subsp.APK(K), MARS, hal tersebut tidak sepenuhnya benar.
Dia, menegaskan, orang yang pernah menjalani operasi tetap bisa kembali berlari asalkan melalui proses pemulihan yang tepat.
"Tapi ya, mesti total dulu ya. Memastikan bahwa operasi atau cederanya ter-rehabilitasi dengan baik, sehingga dia bisa return to play, bisa kembali berlari dengan aman," kata Listya dalam acara Konferensi Pers dan Talk Show KedokteRun 2025 Iluni FKUI pada Selasa, 9 September 2025.
Listya menjelaskan bahwa pemulihan pasca cedera, terutama setelah operasi, tidak bisa dilakukan secara instan. Rehabilitasi harus bertahap, bukan sekadar menunggu rasa sakit hilang. Jika dipaksakan tanpa tahapan yang benar, tubuh justru berisiko cedera ulang.
Pentingnya Pemulihan Sebelum Kembali Berlari
Karena itu, baik cedera ringan maupun yang membutuhkan operasi, pasien harus mengikuti program rehabilitasi yang mencakup latihan fisik dan dukungan mental.
"Enggak cuma fisiknya aja yang cedera, mentalnya juga. Jadi, dia betul-betul dibantu untuk diyakinkan bahwa saat ini dia udah baik-baik saja," katanya.
Menurut Listya, risiko cedera pada olahraga lari cukup tinggi, yakni sekitar 20 s.d 50 persen. Bagian tubuh yang paling sering terkena cedera adalah lutut, pergelangan kaki, dan betis.
Oleh sebab itu, persiapan sebelum berlari sangat penting, mulai dari pemanasan, pendinginan, hingga memperkuat otot sesuai kapasitas tubuh.
"Kita harus memantaskan diri dulu dengan jalan. Intensitasnya ditambah pelan-pelan sampai aman, baru kemudian mulai lari bertahap," ujarnya.
Trauma Mental Jadi Tantangan Besar
Cedera tidak hanya meninggalkan luka fisik, tapi juga trauma mental. Rasa sakit saat cedera membuat banyak orang takut mengalaminya lagi, sehingga muncul keraguan untuk bergerak.
Keraguan inilah yang justru bisa memicu cedera ulang. "Takut itu yang memicu ragu-ragu, dan akhirnya bisa jadi potensi cedera lagi," tambah Listya.
Dia, mencontohkan, seseorang yang seharusnya bisa mengangkat tangan lurus ke atas mungkin hanya mengangkat setengah karena takut sakit.
"Gerakan kompensasi seperti ini justru meningkatkan risiko cedera," tambahnya.
Sabar dan Konsisten Adalah Kunci
Listya menegaskan bahwa pemulihan pasca cedera membutuhkan waktu, kesabaran, dan konsistensi. Hasilnya tidak bisa instan, baik secara fisik maupun mental.
"Harus ditahan-tahanin memang kalau udah cedera, supaya bisa sembuh total," tambahnya.
Selain itu, dia juga mengingatkan pentingnya aturan dalam meningkatkan intensitas lari. "Durasi lari dimainkan secara bertahap setiap minggu dan tidak boleh menaikkan volume lebih dari 10 persen per minggu, karena itu berbahaya," pungkas Listya.